"Sejak tahun 1980-an, saya membaca salah satu koran ibu kota yang kolom-kolom iklannya itu setiap hari saya melihat ada iklan prostitusi di Tebet, entah itu pramugari, mahasiswi, segala macem. Dari hal itu saya berpikir jangan-jangan di Jakarta itu memang ada kantong-kantong wilayah khusus untuk prostitusi. Tebet rawan dengan itu. Sebenarnya kalau memang ingin meminimalisir hal seperti itu kan mudah saja tinggal koordinasi dengan ketua RT, RW setempat, mustahil mereka tidak tahu," sebut Reza Indragiri pada Kompas.com, Rabu (15/4/2015) siang.
Menurut Indra, kejadian yang menimpa Alfi sebenarnya dapat dicegah bila tingkat kewaspadaan masyarakat sekitar lebih tinggi. Ia menyayangkan kurangnya kontrol dari pemerintah lokal terkait ketertiban warga di kawasan tersebut.
"Ini kan efek kurangnya adanya perhatian terhadap lingkungan sekitar dari masyarakat di sana. Selama ini terkesan pembiaran, tamu tidak memberi laporan 1 x 24 jam atau tidak disertakannya surat keterangan menikah bagi pasangan lawan yang tinggal serumah. Aturan itu tidak ditegakkan sehingga membuat mudahnya kejadian-kejadian seperti Alfi terjadi," ujar Reza yang merupakan dosen psikologi forensik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta.
Kasus pembunuhan Alfi mencuat setelah polisi menemukan mayat wanita itu di kamar indekosnya yang berada di bilangan Tebet. Saat ditemukan meninggal pada Sabtu (11/4/2015) malam, Alfi dalam keadaan tanpa busana dengan leher dijerat kabel dan mulutnya disumpal kaos kaki.