Salah satu penyebab maraknya fenomena prostitusi online yaitu belum adanya undang-undang yang mengaturnya. Alhasil, pelakunya, baik pekerja seks maupun pelanggannya pun bebas menjalaninya tanpa adanya ancaman hukuman.
"Prostitusi online belum diatur dalam undang-undang kita, baik dalam KUHP maupun UU ITE," ujar Kepala Sub Direktorat Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hilarius Duha, Kamis (16/4/2015).
Ia mengatakan, penawaran seks lewat media sosial tidak dapat dijerat hukum. Ini karena belum ada UU yang dapat mengancamnya.
Namun, ada juga praktik prostitusi online yang bisa dikenakan hukuman, yaitu jika dibarengi dengan adanya mucikari atau germo yang biasa juga disebut "mami".
"Germonya bisa dijerat hukuman. Kalau itu ada undang-undangnya," kata Hilarius.
Pengecualian, kata dia, juga berlaku jika salah satu pihak dalam prostitusi sudah berkeluarga. Sebab, pasangan pelaku prostitusi bisa melaporkan mereka atas tuduhan perzinahan atau kejahatan kumpul kebo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.