Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deudeuh, Tebet, Kemajemukan

Kompas.com - 17/04/2015, 16:01 WIB
Oleh: DENTY PIAWAI NASTITIE

JAKARTA, KOMPAS - Dalam lima hingga sepuluh tahun terakhir, wilayah Tebet, Jakarta Selatan, berkembang dari daerah hunian menjadi pusat bisnis dan kuliner. Sejumlah kos-kosan, hotel, pusat perbelanjaan, rumah makan, salon, dan kafe tumbuh menjamur. Tebet belakangan menyita perhatian publik menyusul kasus kematian tragis Deudeuh Alfisahrin (27) di kamar kosnya.

Asisten Perekonomian Wali Kota Jakarta Selatan Ruslan menuturkan, Tebet berkembang sejak tahun 1960-an. Kala itu, pemerintah menyiapkan pembangunan Pesta Olahraga Negara-negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (Ganefo) sebagai tandingan Olimpiade. Untuk menunjang perhelatan akbar itu, pemerintah membangun gedung olahraga dan perkampungan atlet di daerah Senayan. Saat itulah, penduduk Senayan dipindahkan ke Tebet.

Sebagai tempat pemukiman baru, pemerintah membangun rumah, jalan, taman, dan fasilitas umum lainnya. Meski pada awalnya banyak orang enggan tinggal di Tebet, kini daerah itu berkembang menjadi kawasan hunian, bisnis, dan pendidikan.

Kecamatan Tebet terdiri dari tujuh kelurahan, yaitu Tebet Barat, Tebet Timur, Kebon Baru, Bukit Duri, Manggarai, Manggarai Selatan, dan Menteng Dalam. Kecamatan ini tergolong strategis karena berbatasan dengan Sungai Ciliwung dan jalan raya, seperti Jalan MT Haryono dan Jalan Cassablanca. Selain itu, kecamatan ini juga berdekatan dengan Stasiun dan Terminal Terintegrasi Manggarai, Stasiun Tebet, dan Stasiun Cawang. Kemudahan akses itulah mendorong pesatnya perkembangan Tebet. Warga bisa dengan mudah naik angkutan umum dalam kota, bus transjakarta, atau kereta rel listrik.

Pengurus Lembaga Musyawarah Kelurahan Tebet Timur Jajang Yayat mengatakan, daerah tempat tinggalnya berkembang dalam 5-10 tahun terakhir. Perkembangan itu dipicu hadirnya gedung-gedung pencakar langit, seperti hotel, apartemen, dan mal di kawasan Kuningan, Kasablanka, Gatir Subroto-Saharjo, hingga Manggarai.

Sejumlah warga Ibu Kota kerap menjadikan Tebet sebagai meeting point. Mereka mengadakan pertemuan dengan teman atau rekan bisnis di kafe atau restoran yang bertebaran di sana. Berbagai sisi positif Tebet inilah yang mendorong banyak penduduk asal luar Kota Jakarta menyewa kamar kontrakan atau kos-kosan di wilayah Tebet untuk tempat tinggal.

Tebet kemudian menjadi tempat hunian warga dari berbagai latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, termasuk pekerja seksual.

Deudeuh yang menjadi korban pembunuhan di kamar kosnya, Sabtu (11/4) malam lalu adalah salah satunya. Dia menghuni rumah kos di Tebet sejak tiga tahun lalu. Perempuan asal Pancoran Mas, Depok, ini menyewa kamar berukuran 3 x 4 meter seharga Rp 2 juta per bulan. Kamar itu dilengkapi pendingin udara, kamar mandi dalam, springbed, dan lemari.

Saat ditemukan, ibu satu anak ini dalam kondisi terjerat lehernya dengan kabel dan mulutnya tersumpal kaus kaki hitam. Empat hari setelah jenazah ditemukan, polisi menangkap pelaku pembunuhan itu. Dia adalah MPS (24), pria teman kencannya.

Menurut MPS, dia sudah dua kali berkencan dengan Deudeuh. Mereka berkenalan melalui jejaring sosial Twitter. Saat mengunjungi Deudeuh di Tebet, MPS selalu naik kereta api listrik (KRL). Berangkat dari tempat kerjanya sebagai pengajar matematika di Rumah Belajar Clavius, Kedoya, Jakarta Barat, dia lalu turun di Stasiun Tebet. Kemudian dia naik ojek ke kos Deudeuh. Kencan itu tragis karena amarah MPS yang berujung tewasnya Deudeuh.

Wi (53), warga yang pernah tinggal di daerah Tebet, menuturkan, bisnis prostitusi di wilayah itu sudah ada sejak tahun 1990-an. "Dulu hanya ada tiga rumah yang dijadikan tempat prostitusi. Pemilik rumah membayar petugas kelurahan dan kecamatan agar bisnis mereka tidak ditutup," kata Wi.

Warga setempat rupanya cukup permisif. Kehidupan warga berjalan seperti kebanyakan daerah lain di Ibu Kota. Warga dari berbagai latar belakang hidup berdampingan. Aktivitas mengaji, arisan, posyandu berjalan secara normal dan guyub.

Yuni (40), warga setempat, mengatakan, tetangganya berasal dari berbagai kalangan. Ia menolak daerahnya distigma sebagai pusat prostitusi. "Selama ini tak ada masalah karena warga saling menghargai dan tak pernah menyakiti," kata perempuan yang mengelola toko pengisian pulsa ini.

----------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan Harian Kompas edisi Jumat, 17 April 2015, dengan judul "Deudeuh, Tebet, Kemajemukan"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com