Ya, hidup di lapas buat segelintir napi tidak membuat bertobat. Malah, mereka menjadi semakin mendapat "ilmu" baru kejahatan di dalam sana.
Di dalam lapas, para "bang napi" bebas bercengkrama dengan penjahat lainnya. Dari situlah terjadi transfer "ilmu" dan trik-trik kejahatan dari para penjahat senior.
Dalam kasus SGH, pelaku pencurian kendaraan bermotor, polisi menyebut dia memiliki anggota sebanyak 12 orang. Polisi menangkap SGH bersama empat anak buahnya dan masih terus memburu delapan orang lainnya yang masih buron.
SGH membentuk kelompok ini sejak 2 tahun lalu. Saat itu, ia baru menghirup keluar dari penjara dan merekrut anggota baru lainnya.
"Beberapa dia rekrut saat di tahanan. Lalu beberapa lainnya teman dari anggotanya yang Ia rekrut di tahanan,” kata Siswono.
Siswono menyebutkan, para penjahat kerap kali merekrut anak buah di dalam penjara. Di sana, mereka berkonsolidasi dan membentuk sebuah kelompok baru. Terutama soal kejahatan jalanan, seperti ranmor dan lainya.
"Memang begitu, banyak pemimpin-pemimpin kelompok penjahat ini justru bertemu anak buah baru di dalam penjara. Lalu setelah keluar saling menghubungi, kemudian beraksi bersama membentuk kelompok baru,” ucap Siswono.
Belajar kejahatan dari penjara
Kriminolog Universitas Indonesia Eko Haryanto mengatakan, belajar kejahatan dari dalam penjara merupakan pilihan rasional setiap narapidana. Di dalam, mereka berbagi pikiran dan saling belajar satu sama lain mengenai trik-trik kejahatan.
"Kalau itu seperti pilihan rasional mereka. Orang yang masuk dalam penjara ini saling tukar pikiran. Kalau masuk ke dalam mereka saling berbicara pasal berapa. Dari situ itu dia mengatakan melakukan kejahatan apa,” kata Eko saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Jumat (19/6/2015).
Dari sana, Eko menyebut ada prestige yang ditunjukkan oleh para narapidana. Semakin lihai mereka melakukan kejahatan, maka semakin tinggi prestige mereka.
“Napi-napi lain belajar dari orang yang terlihat menarik itu. Misalnya dia tukang copet, begtiu kenal ada ranmor, kayaknya lebih asik. Nah sharing mereka. Di sini ada proses belajar differential association,” kata Eko.
Differential association sender diperkenalkan oleh Edwin Sutherland. Salah satu poin penting dalam teori tersebut, kata Eko, seseorang belajar perilaku kejahatan termasuk di dalamnya teknik kejahatan dan motivasi mereka.
“Ini ada proses belajar yang baik. Ada istilah penjara sebagai sekolah tinggi kejahatan,” ucap Eko.