Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Saya Pernah Mau Ditangkap, Eh... Minta Sogok

Kompas.com - 08/07/2015, 16:58 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ternyata mengalami terjaring operasi yustisi di ibu kota. Peristiwa itu terjadi ketika Basuki duduk di bangku universitas. 

"Saya pernah mau ditangkap, eh, akhirnya minta sogok juga (oknum Dinas Pendudukan Catatan Sipil DKI). Kurang ajar banget. Waktu saya kuliah di sini, saya tidak punya KTP mau ditangkap," kata Basuki, di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Atas pengalamannya itu, Basuki pun meminta Disdukcapil DKI untuk tidak menangkap mahasiswa-mahasiswa yang menuntut ilmu di Jakarta tetapi belum memiliki KTP. Sebab, tujuan mereka jelas datang ke Jakarta, untuk menuntut ilmu.

Mereka seharusnya diberi pembinaan untuk segera mengurus administrasi kependudukan. Bahkan, jika persyaratan sudah memenuhi, mahasiswa pendatang bisa dibuatkan KTP.

Selain itu, Basuki juga meminta Disdukcapil DKI tidak melakukan operasi yustisi di hotel-hotel berbintang. Sebab, mereka yang menginap di hotel adalah wisatawan, bukan untuk menetap di Jakarta.

"Selama warga itu bisa tunjukkan tinggal di hotel mana, tidak masalah. Jangan cari-cari alasan," kata Basuki. 

Adapun Disdukcapil DKI mengategorikan pendatang baru menjadi tiga kelompok. Pertama, sekitar 60 persen pendatang sudah pasti menetap tinggal di ibu kota.

Kedua, sekitar 25 persen pendatang yang sekadar transit dan menetap di sejumlah kawasan industri yang berada di sekitar Jakarta. Sementara kelompok ketiga, sekitar 15 persen pendatang masih ragu-ragu apakah akan menetap atau kembali ke daerah asal.

Kepala Disdukcapil DKI Edison Sianturi menjelaskan, meski Basuki tidak melarang pendatang datang ke Jakarta, mereka tetap harus menaati sejumlah aturan kependudukan yang berlaku.

"Pendatang baru di Jakarta dilarang berdagang di kaki lima, dilarang tinggal di luar tempat yang ditentukan, serta larangan menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti pengemis, gelandangan, dan anak jalanan. Pendatang baru tetap diwajibkan memiliki KTP, harus punya keterampilan, sehingga tidak akan berada di jalanan," kata Edison.

Monitoring arus mudik dan arus balik akan dilakukan mulai dari H-9 hingga H+7. Sementara khusus untuk monitoring jumlah penduduk saat arus balik akan dilakukan hingga H+14 mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com