Tetapi, mereka melakukan itu tidak mengesampingkan keinginan untuk belajar.
Hal itulah yang dilakukan sehari-hari oleh Aduy (12).
Anak kedua dari tiga bersaudara itu sempat sekolah di salah satu SD negeri di Depok namun pendidikannya terhenti saat dia duduk di bangku kelas 5 SD. [Baca: "Yang Hidupnya Kayak Dodo Ada Banyak, Mereka Sangat Semangat Belajar"]
Orangtuanya yang kerja serabutan kesulitan membiayai uang sekolah Aduy dan kakaknya sehingga dia putus sekolah. Keseharian Aduy di kala masih sekolah dulu sudah cukup sibuk.
Dia membantu orangtuanya berjualan makanan di warung sederhana setelah pulang sekolah dan terkadang ikut ibunya belanja di pasar sebelum jam masuk sekolah.
Saat usaha makanan orangtuanya tidak berhasil, Aduy pun mengamen di daerah Depok. Singkat cerita, Aduy diajak temannya untuk belajar di Sekolah Master. Aduy pun masuk dan diajar di kelas SMP. [Baca: Cerita Pengamen Depok yang Lulus Masuk Universitas Indonesia]
"Mengamen pagi sampai sore saja, malamnya enggak mengamen, biasa ramainya kalau pas pulang kerja," kata Aduy di Sekolah Master, Depok, Kamis (30/7/2015).
Jam belajar di Sekolah Master seperti sekolah biasa pada umumnya, dari pagi sampai siang hari. Selepas jam sekolah, Aduy masih sering bermain di lingkungan Sekolah Master dilanjutkan dengan mengamen di dekat Terminal Depok. [Baca: Biaya Semester Pengamen Lolos ke UI Ditetapkan Paling Rendah]
Kisah anak jalanan lainnya, Hendi (20), tidak jauh berbeda dengan Aduy. Hendi mengaku tetap mengamen untuk membantu keluarganya mendapatkan uang tambahan. "Kalau enggak mengamen, nanti saya makan apa. Duitnya kan pas-pasan," tutur Hendi.
Staf Lembaga Sekolah Master Mustomi menjelaskan, sebagian besar anak-anak jalanan yang bersekolah di Sekolah Master belum sepenuhnya melepas kebiasaan selama hidup di jalan.
Namun, sejak mereka sekolah dan bergaul sesama anak Sekolah Master, sifat mereka jadi berbeda.
"Pelan-pelan kita tanamkan, pentingnya belajar, berpikir untuk masa depan. Dikasih pemahaman supaya hidup mereka jadi berkualitas. Bisa jaga kesehatan. Minimal mengurangi yang buruk-buruk. Enggak bisa sekaligus," ujar Mustomi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.