JAKARTA, KOMPAS.com — Polisi diminta mengurusi konflik antara pengojek konvensional dan pengojek berbasis aplikasi. Polisi dapat belajar dari sejumlah konflik yang terjadi di beberapa wilayah di Jakarta. Hal ini di antaranya terkait latar belakang pengojek konvensional nekat menebar teror dan ancaman kepada pengojek berbasis aplikasi.
"Hal ini harus diwaspadai oleh polisi karena pokok persoalannya menyangkut 'periuk nasi'," kata pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, kepada Kompas.com, Senin (3/8/2015).
Menurut Bambang, selama sistem ojek berbasis aplikasi masih ada, maka potensi konflik antara pengojek konvensional dan pengojek berbasis aplikasi tetap ada.
Salah satu solusi yang diajukan Bambang adalah penertiban pengojek konvensional. Hal ini dinilai sangat perlu karena berkaitan dengan rencana pemerintah untuk melegalkan ojek, khususnya di Jakarta.
Penertiban, kata Bambang, bisa dilakukan dengan cara sederhana, yakni mendaftar serta mendata semua pengojek yang beroperasi. Setelah didaftar, mereka sedikit demi sedikit bisa diajak masuk ke dalam perusahaan ojek berbasis aplikasi.
"Awal-awal mereka (ojek konvensional) gabung, jangan dibebani macam-macam. Baru setelah mereka merasa untung, mereka akan dengan sukarela bergabung," ujar Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.