Basuki mengizinkan perusahaan swasta maupun pengembang properti mengembangkan usahanya. Hanya saja, berbagai bentuk usaha yang dibangun itu juga harus dihitung tanggung jawab sosialnya. Hal ini dapat berupa pembangunan jalan raya, pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), maupun penambahan ruang terbuka hijau (RTH).
"Kami masukkan dalam aset kami senilai (usaha pengembang) itu. Misalnya, bagaimana kalau Anda membangun 100 dan kami nilai semua (tanggungjawab sosial) hanya 80, ya pembukuan di kami senilai 80," kata Basuki.
Sebelumnya sejumlah anggota DPRD mengajukan pertanyaan kepada Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek perihal dana CSR. Penggunaan CSR itu dikhawatirkan berdampak pada tingginya sisa lebih perhitungan anggaran (silpa). Padahal, di sisi lain, nilai APBD DKI begitu tinggi.
Menanggapi itu, Donny (sapaan Reydonnyzar) menjelaskan bahwa Pemprov DKI boleh saja menerima sumbangan, asalkan memang kemauan perusahaan untuk memberikannya bagi DKI Jakarta. Jika CSR diberikan dalam bentuk uang, kata Donny, maka uang tersebut harus masuk dalam pencatatan, begitu pun jika CSR berbentuk barang dan jasa.
"Jadi, Pemda (Pemprov DKI) boleh saja menerima sumbangan, sejauh sumbangan itu diberikan sukarela tanpa tekanan. Bahwa perusahaan itu sudah ikut berpartisipasi, boleh," ujar Donny.