Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deputi Pemberantasan Sebut Anggaran BNN Harusnya dari Aset Pengedar Narkoba yang Disita

Kompas.com - 01/10/2015, 08:40 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Deddy Fauzi Elhakim mengatakan seharusnya anggaran yang digunakan untuk pencegahan, rehabilitasi, dan pemberantasan narkotika, berasal dari aset bandar-bandar narkotika yang telah disita.

Hal itu tertuang dalam Pasal 101 UU No. 35 Tahun 2009. Namun, dalam pelaksanaannya, hal tersebut belum berjalan sama sekali.

"Di undang-undang itu sudah ada tinggal pelaksanaannya saja. Pasal 101 UU Nomor 35 Tahun 2009 bahwa semua aset-aset yang sudah disita negara yang sudah melalui ketentuan hukum itu harus dikembalikan kepada usaha-usaha dalam bidang pemberantasan narkotika dan untuk pencegahan maupun penyuluhan," ujar Deddy saat ditemui usai diskusi bertajuk 'Pulau Penjara Rehabilitasi Narkoba, Perlukah?' di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2015).

Untuk merealisasikan pasal 101 itu, Deddy menyebut kini BNN sedang menyusun peraturan pelaksanaan hal tersebut, termasuk alokasi persentase untuk bidang pemberantasan, rehabilitasi, dan pencegahan.

Hingga saat ini, Deddy mengaku tidak tahu nasib aset-aset para pengedar narkotika yang telah disita itu. "Apakah di kejaksaan atau Kementerian Keuangan saya gak tahu karena saya belum pernah terima laporan itu kan. Apakah dimanfaatkan untuk apa saya gak tahu," kata Deddy.

Menurutnya dia, jumlah aset yang telah disita mencapai Rp 250 miliar. Jika aset itu digunakan sesuai peruntukannya, hal tersebut akan meringankan beban pemerintah untuk menggelontorkan anggaran.

"Itu kemarin hampir Rp 250 miliar ya, belum kayak aset mobil-mobil mewah, banyak juga yang belum kita hitung. Luar biasa itu, minimal itu mengurangi beban pemerintah kan," tuturnya.

Deddy berharap aset tersebut dapat diaudit dan dikembalikan sesuai peruntukannya. Jangan sampai aset-aset itu menjadi pemasukan negara.

"Yang saya maksud itu jangan dimasukkan ke pemasukan negara karena itu kan uang rakyat, uang para penyalahguna. Kalau uang itu dipakai untuk gaji karyawan, gaji pegawai negeri, haram itu. Kembalikan kepada usaha-usaha pemberantasan, pencegahan, maupun rehabilitasi. Nah, sekarang yang penting itu mengaudit dulu ke mana asetnya itu," papar Deddy.

Selama ini, uang yang digelontorkan negara untuk pencegahan, rehabilitasi, dan pemberantasan narkotika berasal dari pajak yang dibayarkan masyarakat.

Komisioner Komnas HAM M. Imdadun Rahmat menyebut hal tersebut sebagai bentuk kontribusi masyarakat untuk membantu merehabilitasi para penyalahguna narkotika.

"Masyarakat bayar pajak untuk merehab (penyalahguna narkotika) adalah kontribusi. Justru ini spirit masyarakat untuk berkontribusi, semua orang secara moral bertanggung jawab bersama-sama (membantu menyembuhkan)," ujar Imdadun dalam diskusi tersebut. (Nursita Sari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Megapolitan
Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Megapolitan
Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Megapolitan
Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Megapolitan
Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Megapolitan
Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Megapolitan
Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Megapolitan
Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Megapolitan
Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep 'Winner Takes All' Tidak Dikenal

Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep "Winner Takes All" Tidak Dikenal

Megapolitan
Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Megapolitan
Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Megapolitan
Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Megapolitan
Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Megapolitan
Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com