JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang siswi SMP melintas di depan gerbang masuk rusunawa Marunda Kluster 9, Blok 3 pada Jumat, (30/10). Di depannya warga sedang bercakap di sebuah warung.
Tidak jauh dari warung tersebut terlihat lantai dasar dari Kluster 9. Hanya ada beberapa motor dan penghuni yang bersantai di dalam unit kamar. Bagi penghuni yang tidak ingin disebut namanya, kedatangan Kompas.com adalah kesempatan curhat mengenai apa yang dialami selama kurang lebih tiga tahun tinggal di tempat itu.
Saat ditanya mengenai razia pada Rabu (28/10) ia lantas menceritakan mengenai awal mula tinggal di tempat ini sampai paham proses permainan mafia pembelian unit di rusun Marunda.
"Saya di situ sudah hampir tiga tahunan. Awalnya saya belum mengenal kepribadian dia seperti apa," terangnya.
"Saya tahu kalau si mafia ini berasal dari Tanjungwangi. Lama kelamaan orang ini bermain. Setiap ada kamar kosong, dia sweeping. Ingin tahu orang ini datang apa tidak, masih dihuni apa tidak," lanjutnya.
"Dia mencari mangsa kira-kira siapa yang butuh rumah susun. Terus masalah surat-menyurat, kartu penduduk, KTP itu orang dia semua," sebutnya. (Baca: Razia Mendadak Penghuni Rusun Marunda)
Kegiatan seperti ini tentu tidak sendirian? "Ya, ada lima orang. Jadi lima orang itu yang pertama ada yang bertugas mengurus surat-menyurat di kelurahan. Itu namanya sering dipanggil Bude Har. Jadi misalkan ada yang butuh kamar, dia bilang gampang kalau butuh KTP sama KK saya yang atur," jelasnya.
"Ada juga suaminya Bude Har. Dia mem-backup, sewaktu-waktu kalau ada sidak itu di rumah susun. Misalnya, rumah ini, ga pernah ditempatin, disegel. Sama dia ditutupin, seolah-olah ada orangnya," bilangnya.
"Lalu ada namanya Ipunk yang saya bilang diandalkan oleh kelompok ini karena dirasa sebagai orang pintar," katanya. (Baca: Masih Ada Puluhan Penghuni Ilegal di Rusunawa Marunda)
Sumber Kompas.com ini pun menyebut pelaku yang mencari pasien. "Namanya Pak Darwana. Kira-kira ada kamar yang sudah disiapin, baru dia cari yang berminat. Dia surat-menyurat di Jatibaru, kantor pengelola. Kalau ada yang belum punya SP, melalui dia," ujarnya.
Dia mengatakan praktik ini sudah berjalan tiga tahun. "Saya sebenarnya ga ngurusin orang lain, tapi sikapnya orang ini tuh ga ngenakin gitu, meresahkan. Makanya, warga tidak senang dengan orang seperti itu," jelasnya.
Dia pun berharap kalau perilaku yang meresahkan penghuni rusunawa Marunda ini ditindaklanjuti. "Supaya penghuni tentram, damai, enak buat istirahat juga ga ada yang namanya keributan," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.