Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kali Padang: Kalau Bisa Penggusuran Tidak Merugikan Kami

Kompas.com - 02/11/2015, 16:54 WIB
Bhirawa mbani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sawadi (60) adalah penghuni di Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang telah tinggal di wilayah ini sejak 1987. Ia mengaku telah mengetahui rencana normalisasi Kali Padang yang berada di sebelah tempat tinggalnya sejak dua tahun lalu.

Namun, hingga sekarang belum ada realisasi dari rencana tersebut.

"Saya sebetulnya membantu. Asalkan tidak terlalu dirugikan. Waktu itu pernah rapat awal 2013 di Kelurahan dan dari PU harga sudah dicek. Waktu itu diputuskan harga tanah sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Saat ini sudah 5,625 juta per meter," jelasnya saat ditemui Kompas.com, Senin (2/11/2015)

Sawadi mengatakan saat ini telah ada SK Gubernur yang menyebabkan pembayaran ganti rugi jadi tak jelas.

"Ga menghalangi program pemerintah. Sudah siap asalkan sesuai. Normalnya pengen NJOP," tukasnya.

Ia menyatakan tidak menyetujui aturan ganti rugi terkini karena nilainya tidak sesuai keinginan. Menurutnya, sekitar 25 persen dari NJOP.

"Saat ini, kami telah mengumpulkan semua yang kena dan udah bikin surat ke lima tembusan pemerintah tapi belum ada balasan," jelas Suwadi yang berasal dari Jepara, Jawa Tengah.

Sawadi mengaku tidak memiliki sertifikat tanah, hanya surat jual beli saja.

"Untuk yang punya sertifikat memang diganti sesuai NJOP. Nah, saya mah pengennya ga usah digusur kalau memang tidak sesuai. Pemerintah jangan sampai merugikan," sebutnya.

Nasiah (54) merupakan tetangga Sawadi yang telah tinggal sejak kecil yang diwariskan rumahnya secara turun temurun.

"Sertifikat saya dulu mungkin ada tapi ga ngerti simpen di mana. Saya bayar PBB mahal setahun bisa sejuta, orang sini bayar PBB. Kalau saya sih bela-belain," jelasnya.

Nasiah mengatakan kalau dirinya telah 50 tahun lebih tinggal di tempat ini. "Pengennya sih kalau digusur ada penggantiannya," katanya.

Apa yang diinginkan warga, menurut Sawadi, sebenarnya adalah ganti rugi yang sesuai.

"Temen-temen kita sebenernya setuju ga akan menghambat. Hanya saja, inginnya jangan sampai merugikan banyak yang ga punya sertifikat," ujar Sawadi.

Nasiah menambahkan ia telah punya hubungan psikologis dengan tempat ini. "Kita ngerasain bangun, ngerapihin tanah kita di sini. Mudah-mudahan jangan sampai rugi banget," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com