Pendapatnya tiba-tiba menimbulkan pertanyaan demi pertanyaan. Benarkah demikian? Walau setelah ditelusuri, pendapatnya ternyata sungguh adalah sebuah kenyataan.
Saritem, misalnya, adalah sebuah lokalisasi ternama di Kota Bandung. Saritem bahkan kerap diidentikkan dengan Bandung.
Dan, laman-laman turis mancanegara terang-terangan menunjuk Saritem sebagai kawasan "lampu merah" di "Kota Kembang" itu.
Berlokasi di antara Jalan Astana Anyar dan Jalan Gardu Jati, Saritem sungguh berlokasi tidak jauh dari Stasiun Kereta Bandung.
Bahkan, sejarah berdirinya Saritem tidak dapat dilepaskan dari sejarah pembangunan kereta api oleh pemerintah kolonial Belanda di bumi Priangan.
Boleh jadi, para pekerja seks komersial di Saritem juga didatangkan ke lokalisasi tersebut menggunakan rangkaian kereta api yang ketika itu sudah membentang dari Bogor-Sukabumi-Cianjur-Bandung dan dari Bandung-Tasikmalaya-Ciamis hingga Yogyakarta.
Bicara soal Yogyakarta, ternyata lokalisasi ternama Pasar Kembang alias Sarkem juga tidak jauh dari Stasiun Tugu.
Lokasinya tepat berada di sisi selatan dari jalur kereta api yang dibangun pada akhir abad ke-19 itu.
Sebelum era 1970-an, lokalisasi di Yogyakarta bahkan lebih dikenal dengan nama Balokan.
Nama Balokan ternyata berasal dari timbunan-timbunan balok rel yang disimpan di sisi selatan Stasiun Tugu tersebut.
Aktivitas prostitusi di lokasi itu awalnya muncul karena kebutuhan para pekerja konstruksi jalur kereta api.
Namun, lambat laun para pelancong yang tiba di Yogyakarta dengan kereta api membutuhkan tempat penginapan lengkap dengan "teman bermalam" sehingga kawasan Sarkem makin berkembang.
Pemerintah bukannya tidak tahu dengan kawasan Pasar Kembang. Arsip harian Kompas memperlihatkan bahwa pada Rabu (25/2/2004), Gusti Kanjeng Ratu Hemas, istri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, sempat menyambangi permukiman Sarkem.
"Saya datang ke tempat ini karena ditugaskan oleh Bapak Gubernur selaku anggota tim pemerintah untuk menangani masalah-masalah berperspektif jender, antara lain, ya, problem kesehatan masyarakat tidak mampu," kata GKR Hemas, ketika itu.