Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Meniti profesi sebagai jurnalis online di Kompas.com sejak tahun 2000. Meminati isu-isu politik, hak asasi manusia, dan keberagaman. 

Anomali Itu Bernama Ahok

Kompas.com - 10/03/2016, 07:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

KOMPAS.com — Ahok itu anomali. Ia mendekonstruksi kemapanan politik di negeri ini. Ia berjalan di luar segala kelaziman seorang politisi. Anehnya, popularitas dan elektabilitasnya begitu tinggi.

Sebagai seorang politisi, apa yang bisa diharapkan partai politik dari seorang Ahok?

Tutur katanya jauh dari manis. Ia sama sekali tidak mencerminkan kepiawaian komunikasi silat lidah ala politisi. Ia seolah tak mempunyai perbendaharaan kata yang memikat hati.

Kata-katanya to the point, pedas, tak enak didengar. Banyak orang yang marah dibuatnya. Ruang-ruang politik acap kali dibuatnya begitu gaduh.

Ia juga bukan seorang politisi yang baik dari caranya mengelola relasi-relasi politiknya. Akademisi politik Andrew Heywood mengasumsikan politik selalu terkait dengan kompromi dan konsensus.

Keduanya adalah cara dalam menyelesaikan berbagai persoalan secara politis. Kita pun mafhum, warna politik Indonesia selama ini sangat sarat dengan beragam bentuk kompromi.

Nah, di kepala Ahok sepertinya tidak ada diksi kompromi. Ia keluar dari partai pengusungnya, Gerindra, karena tidak mau berkompromi dengan sikap partai yang menginginkan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Tentang Ahok, Gerindra seperti membesarkan anak macan.

Ia juga mendekonstruksi relasi eksekutif dan legislatif yang sepanjang sejarah gubernur-gubernur sebelumnya selalu "adem tentrem kertaraharja". Ia tidak mau berkompromi soal pengelolaan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dinilainya tidak patut.

Seorang eksekutif yang tidak memiliki sokongan partai bertikai secara terbuka dengan hampir semua partai di legislatif. Lazimnya, eksekutif memiliki kepentingan untuk menjaga relasinya dengan legislatif. Kedua pihak saling membutuhkan dalam tugas mereka masing-masing.

Belakangan, Ahok kembali "berulah". Ia berniat maju dalam Pilgub DKI Jakarta melalui jalur independen dengan menggandeng Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono.

Pendukungnya adalah tim relawan Teman Ahok. Keputusan ini adalah pertaruhan besar. Dengan segala sepak terjangnya, Ahok tidak mau mengambil risiko jika parpol membatalkan pencalonan dirinya. Keputusan ini kembali memanaskan diskursus ruang politik kita.

KOMPAS/ALIF ICHWAN Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarrta, Senin (18/1) memeriksa Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Damayanti Wisnu Putranti (DWP). Damayanti menjalani pemeriksaan perdana setelah melalui operasi tangkap tangan (OTT). terkait kasus proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016.
Deparpolisasi

Menanggapi langkah Ahok, Sekretaris DPD PDI-P DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menilai ada upaya deparpolisasi yang dibangun di Indonesia. Langkah Ahok di jalur independen dianggap meniadakan peran partai politik dalam pemilihan kepala daerah.

"Deparpolisasi ini bahaya dan PDI-P pasti akan melawan deparpolisasi," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI, Selasa (8/3/2016). (Baca: Tanggapi Teman Ahok, PDI-P Akan Lawan Deparpolisasi)

Menyaksikan sepak terjang partai dan para politisi Tanah Air, kita akan mudah tergoda pada gagasan mendukung deparpolisasi. Dua partai politik besar saat ini tengah bertikai dalam soal kepengurusan. Sejumlah politisi Senayan kembali dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Megapolitan
Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com