Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sopir Taksi: Uber sama Grab Tidak Bayar Pajak, Kan Enggak "Fair"

Kompas.com - 14/03/2016, 11:30 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com — Beberapa sopir taksi yang bertahan di Bandara Soekarno-Hatta, Senin (14/3/2016) pagi, menceritakan kenapa banyak rekannya ikut dalam unjuk rasa Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) di Jakarta.

Hal yang dipermasalahkan adalah kendaraan Uber dan Grab yang tidak sama dengan angkutan pelat kuning, terutama soal izin dan pajak yang tidak dikenakan kepada mereka.

"Kita dirugikan dong. Masa kita ada izin ini itu, yang (transportasi) online enggak ada, pakai pelat hitam. Kita kena pajak, dia enggak kena pajak. Kan enggak fair kalau begitu," kata salah satu sopir taksi, T (39), kepada Kompas.com di tempat pengendapan taksi Bandara Soekarno-Hatta.

Menurut T, keberadaan angkutan yang mereka sebut sebagai taksi online banyak beredar di Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan, dari September 2015 lalu, pendapatan T dan temannya sesama sopir sudah berkurang.

Berkurangnya pendapatan mereka disebut karena penumpang mulai beralih ke layanan taksi online. (Baca: Ahok Peringatkan Taksi Uber Ikuti Aturan)

Sopir taksi lain, MD (45), ingin pemerintah berlaku adil dan tidak membeda-bedakan standar. Jika pemerintah memperbolehkan taksi online beroperasi, harus dengan standar yang sama dengan taksi pelat kuning, dalam arti ikut mengurus pajak, izin, dan regulasi lainnya.

"Kalau mau adil, BBM (bahan bakar minyak) buat taksi atau angkutan umum itu disubsidi lebih tinggi. Ini kan sama saja, tetapi yang (taksi) online enak, enggak bayar pajak, dapat duit. Saya buat setoran saja sudah susah, gimana kalau teman yang mobil (taksinya) masih kredit, enggak nutup. Duit buat bawa pulang enggak ada," tutur MD.

Permasalahan antara angkutan umum resmi dengan angkutan berbasis aplikasi merupakan masalah lama. Sejak awal, Organda DKI Jakarta sudah tidak setuju dengan keberadaan jasa transportasi online yang dianggap merugikan sopir taksi resmi atau berpelat kuning.

Masalahnya terletak pada standar yang tidak jelas oleh perusahaan pengelola jasa transportasi online dan tidak adanya pajak sebagai pemasukan negara dari perusahaan tersebut. Selama ini, pemerintah memandang, kemajuan teknologi tidak dapat dibendung sehingga tidak bisa melarang keberadaan jasa transportasi online.

Pemerintah saat itu juga berjanji untuk membuat regulasi sebagai payung hukum yang menaungi dan mengatur seperti apa seharusnya transportasi online itu beroperasi. Namun, sampai saat ini, regulasi yang dimaksud belum ada.

Kompas TV Angkutan Umum Demo Tolak Transportasi Online
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

3 Korban Tewas Kebakaran Kapal di Muara Baru Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

3 Korban Tewas Kebakaran Kapal di Muara Baru Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

Megapolitan
Remaja di Bogor Ditangkap Polisi Usai Tusuk Seorang Ibu dalam Keadaan Mabuk

Remaja di Bogor Ditangkap Polisi Usai Tusuk Seorang Ibu dalam Keadaan Mabuk

Megapolitan
Temui Heru Budi di Balai Kota, Ahmed Zaki Pastikan Bukan Bahas Isu Pilkada DKI 2024

Temui Heru Budi di Balai Kota, Ahmed Zaki Pastikan Bukan Bahas Isu Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Warga Tangkap Pria yang Diduga Tusuk Perempuan di Bogor

Warga Tangkap Pria yang Diduga Tusuk Perempuan di Bogor

Megapolitan
Pemprov DKI Tertibkan 15 Rumah Kumuh di Tanah Tinggi, Direnovasi Jadi Tipe 36

Pemprov DKI Tertibkan 15 Rumah Kumuh di Tanah Tinggi, Direnovasi Jadi Tipe 36

Megapolitan
Ungkap Peredaran Sabu di Tebet, Polisi Selidiki Kemungkinan Asal Narkoba dari Kampung Bahari

Ungkap Peredaran Sabu di Tebet, Polisi Selidiki Kemungkinan Asal Narkoba dari Kampung Bahari

Megapolitan
Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Megapolitan
Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Megapolitan
Faktor Ekonomi Jadi Alasan Pria 50 Tahun di Jaksel Nekat Edarkan Narkoba

Faktor Ekonomi Jadi Alasan Pria 50 Tahun di Jaksel Nekat Edarkan Narkoba

Megapolitan
Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Megapolitan
UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

Megapolitan
Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Megapolitan
Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Megapolitan
KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

Megapolitan
Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com