JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menertibkan 15 rumah kumuh tak layak huni di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat.
Selanjutnya, Pemprov DKI Jakarta akan merenovasi rumah tersebut dan memindahkan penghuni rumah sementara waktu.
“Ada 15 KK (kartu keluarga) yang rumahnya memang tidak layak huni, ada di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Jadi, kalau ada 15 KK, berarti ada 15 lokasi penertiban,” kata Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono saat memberikan sambutan di Perpustakaan Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024).
“(Lalu) kita pindahkan sementara. Rumah ini kita bongkar dan kita naikkan (renovasi),” lanjutnya.
Heru berujar, 15 rumah tersebut akan direnovasi menjadi tipe 36 plus. Meski ukurannya tidak luas, dipastikan rumah hasil renovasi bakal layak huni.
“Empat lantai, tipe 36 plus, (kalau sudah jadi) mereka kita pindahkan kembali,” ungkap Heru.
Baca juga: Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta
Heru melanjutkan, proses renovasi rumah sudah berlangsung sejak beberapa bulan lalu.
“Bangunan ini, kurang lebih satu atau dua bulan ini sudah selesai,” katanya.
Heru berharap, setelah proses renovasi selesai, pejabat daerah dan warga dapat bersama-sama menjaga rumah tersebut.
"Mudah-mudahan, nanti, Pak Wali, yang di Tanah Tinggi, warga (RW) 12 atau 15 KK itu, wajib menjadi kader pembinaan TBC. Karena rumahnya sudah kita perbaiki, cukup bagus dan cukup layak,” pungkas Heru.
Diberitakan sebelumnya, Ketua RW 12 Kelurahan Tanah Tinggi, Imron, mengungkapkan, banyak warganya yang tidak mengikuti program “Bebenah Kampung” dari Pemprov DKI Jakarta yang bermitra dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Alasannya, para warga berasumsi bahwa setelah hunian terbangun, mereka justru tidak bisa menempati.
Padahal, kata Imron, program tersebut ditujukan untuk penataan kawasan RW 12 yang tergolong sebagai permukiman kumuh. Kawasan tersebut pun saat ini tengah menjadi sorotan DPRD DKI.
“Saya tawarkan, 'Mau enggak rumah ini dibangun (ditata ulang)?'. (Timbul pertanyaan), ‘Hak kepemilikan saya apa?’. Kedua, ‘Apakah nanti akan diambil sama pemerintah?',” kata Imron saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (25/4/2024).
“Maaf-maaf, entah mereka dapat informasi atau isu dari mana, tapi saya memang dengar bahwa rumah susun yang seharusnya untuk warga yang terdampak (penggusuran), akhirnya tidak merasakan, tidak dapat, malah mengontrak,” ucap Imron melanjutkan.