JAKARTA, KOMPAS — Makanan mengandung bahan kimia berbahaya yang masih beredar di pasaran saat ini kian sulit dikenali.
Kepala Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Kota Administrasi Jakarta Selatan Kristrisasi Helenandari mengatakan, tahu yang diawetkan dengan formalin, misalnya, sekarang ditemukan bertekstur mirip dengan tahu yang tak ditambah zat pengawet. Diduga kadar formalin dikurangi untuk menutupi perbedaan.
"Kalau dulu, tahu berformalin teksturnya lebih keras. Temuan kami sekarang, tahu bertekstur lembut pun ternyata ada yang berformalin," katanya seusai melakukan kegiatan pengawasan keamanan pangan terpadu di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Rabu (23/3).
Pada kegiatan itu, sejumlah bahan makanan diuji langsung di lokasi, seperti tahu, kolang-kaling, daging ayam, dan daging sapi. Dari pengujian di Pasar Mayestik, tidak ditemukan bahan makanan berbahaya.
Pada kegiatan yang sama pekan lalu, dari 320 sampel yang diambil di lima pasar, ditemukan delapan sampel mengandung bahan kimia berbahaya. Dua sampel tahu berformalin ditemukan di Pasar Lenteng Agung, tiga sampel di Pasar Warung Buncit, dan di Pasar Santa satu sampel.
Di Pasar Minggu, ditemukan satu sampel ikan kembung berformalin dan satu sampel beras yang diputihkan dengan klorin. Beras mengandung klorin tidak berbeda warna dan harganya dari beras yang tidak diberi pemutih. Penambahan klorin diduga diberikan kepada beras kedaluwarsa dan berwarna kekuningan. Beras biasanya pecah-pecah karena beras sudah lama.
Kristrisasi mengatakan, sangat sulit membedakan bahan-bahan tersebut tanpa melakukan pengujian laboratorium. Pemerintah Administrasi Kota Jakarta Selatan memberikan stiker aman kepada pedagang yang terbukti tak menjual bahan-bahan makanan berbahaya. "Stiker ini jadi panduan masyarakat," katanya.
Kegiatan pengawasan ini akan dilakukan bergiliran di Jakarta Selatan. Bahan pangan yang mengandung bahan makanan berbahaya ditelusuri asalnya oleh penyidik pegawai negeri sipil suku dinas kelautan, pertanian, dan ketahanan pangan.
Namun, umumnya pedagang tak tahu-menahu dari mana asal zat berbahaya itu. Tahu yang mengandung formalin, misalnya, ditelusuri diproduksi di Jawa Barat. Pedagang ikan kembung berformalin mengaku membelinya di Muara Angke. "Padahal, di Muara Angke sudah bersih dari penambahan formalin," ujar Kristrisasi.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, saat ini masih 20-30 persen dari makanan mentah di DKI Jakarta terkontaminasi bahan berbahaya. Jumlah ini diperkirakan akan makin tinggi di sekitar bulan puasa tiga bulan mendatang saat pemerintah pasar meningkat. Tulus mendesak agar pengawasan diperketat disertai sanksi tegas bagi pedagang dan produsen nakal. (IRE)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2016, di halaman 26 dengan judul "Makanan Berbahaya Makin Sulit Dikenali".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.