Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat PT KAI Berebut Lahan dengan Warga...

Kompas.com - 20/07/2016, 09:16 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — M Ridwan bersyukur, Selasa (19/7/2016), rumahnya tak jadi diambil oleh PT Kereta Api.

Ridwan adalah Ketua RW 11, Kelurahan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan. Ia adalah satu dari 84 penghuni rumah PT KAI di kawasan Manggarai.

Rumah-rumah tersebut awalnya adalah rumah semipermanen yang dibangun oleh Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), cikal bakal PT KAI, saat masih sepenuhnya dikelola oleh negara.

Berbekal surat penempatan rumah (SPR) dari PJKA, ayah Ridwan yang merupakan pegawai PJKA itu tinggal di sana sejak 1960.

Ridwan pun melanjutkan tinggal di sana dengan membayar sewa kepada PT KAI hingga terakhir ia membayar pada 2005 sebesar Rp 163.500 per bulan.

Ridwan merasa bahwa rumah itu adalah haknya. Sebab, ia membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan.

Atas dasar itu, ketika PT KAI mengirimkan surat perintah pengosongan rumah pada 7 Juni lalu, Ridwan menggugat perusahaan BUMN tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sekaligus melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Kalau rumah ini milik negara seharusnya bisa dibeli. Akan tetapi, waktu mau diurus tidak bisa karena rumah ini tidak ada dalam pencatatan aset di Kemenkeu. BPN juga menyatakan ini bukan milik PT KAI," kata Ridwan kepada Kompas.com, Selasa.

Ia pun menyebut PT KAI arogan karena tidak mengindahkan proses hukum di PTUN yang sedang berjalan. Jika dinyatakan kalah di PTUN, maka Ridwan siap angkat kaki dari rumah itu.

Sementara itu, Kepala Humas PT KAI Daops 1 Jakarta Bambang Setiyo Prayitno mengatakan bahwa Ridwan sudah tidak berhak lagi menempati rumah tersebut sesuai surat kontrak bernomor 0440/12850/D.1/911/MRI/RD/VI/2010 tanggal 31 Juli 2010.

Sebab, menurut dia, ayah Ridwan yang merupakan pensiunan itu telah meninggal dunia.

Kendati demikian, Ridwan masih bisa menempati rumah itu dengan sistem kontrak sewa seperti yang diajukan PT KAI. Namun, Ridwan menolak usulan itu dengan alasan terlalu sepihak dan memaksa.

"Yang bersangkutan, sekalipun sudah diberikan peringatan satu sampai dengan tiga, tidak ada itikad baik untuk melakukan proses persewaan," kata Bambang.

Ia juga mengatakan bahwa PT KAI terpaksa menertibkan rumah dinas itu karena dikelola oleh BUMN dan merupakan milik negara.

Menurut dia, proses hukum yang sedang berjalan tidak otomatis membuat penertiban ditunda.

"Gugatan melalui PTUN Jakarta dengan nomor perkara 159/G/2016/PTUN.JKT saat ini masih dalam acara pemeriksaan. Karenanya, belum adanya penetapan penundaan pelaksanaan obyek gugatan, maka pelaksanaan penertiban yang berupa pengosongan dapat dilaksanakan sesuai Pasal 67 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986," ujar dia.

Sedianya, pada Selasa (19/7/2016), PT KAI melaksanakan penertiban di kawasan rumah itu.

Namun, ratusan warga Manggarai menjaga ketat rumah M Ridwan. Akibatnya, PT KAI menunda penertiban karena takut terjadi bentrok.

"Proses pengosongan ini sementara ditunda. Namun, kami sangat menghargai upaya untuk niat baik dari warga yang menempati aset PT KAI di lingkungan di mana pun berada untuk segera melakukan proses kontrak di kantor pengusahaan aset Stasiun Cikini lantai dasar," kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com