Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluhan Mantan Pegawai Transjakarta, Mulai dari Gaji di Bawah UMP hingga PHK Mendadak

Kompas.com - 31/08/2016, 14:12 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah mantan karyawan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) mengeluhkan apa yang mereka alami selama bekerja di sana.

Sebagian besar keluhan mereka berkaitan dengan hak-hak karyawan yang tidak diberikan oleh perusahaan, mulai dari gaji di bawah upah minimum provinsi (UMP) hingga soal pemutusan hubungan kerja (PHK) mendadak.

"Pertama soal kontrak kerja. Banyak dari kami itu setiap tahun selalu diperpanjang kontraknya sampai 10-11 tahun lebih, dan belum jadi karyawan tetap. Karyawan perempuan yang mau cuti hamil juga hanya dikasih waktu 40 hari," kata salah satu mantan karyawan, Adi Perdana, kepada Kompas.com, Rabu (31/8/2016).

Adi dulunya bekerja sebagai petugas pencatat odometer. Terkait dengan masalah kontrak kerja, Adi mengaku mengalaminya.

(Baca juga: Tidak Terima Dipecat, Karyawan PT Transjakarta Mengadu ke Komnas HAM)

Ia mengaku masih berstatus karyawan kontrak meskipun telah bekerja selama sepuluh tahun.

Selain itu, kata dia, para karyawan tidak pernah menerima slip gaji. Karyawan harus meminta slip terlebih dahulu ke bagian keuangan.

Nominal gaji yang di bawah UMP ini dinilai janggal karena adanya perbedaan detail potongan untuk BPJS dari slip gaji dengan yang tertera di rekening koran BPJS itu sendiri.

"Kalau di slip gaji, gaji pokok kami itu sekitar Rp 2,4 juta. Di rekening koran BPJS, buat BPJS itu dipotong dari gaji kami sebesar Rp 3,1 juta yang batas UMP. Kok bisa beda begini, ada apa? Sementara gaji kami sendiri juga enggak sampai UMP," tutur Adi.

Karyawan lainnya, Muhammad, mengaku sering bekerja melebihi jam yang telah ditentukan dan tidak mendapatkan upah lembur.

Ia menceritakan, jika masuk kerja shift siang dari pukul 14.00, seharusnya sudah bisa pulang pukul 22.00.

"Tetapi, kenyataannya, saya malah baru bisa balik pukul 24.00 lebih. Itu belum kalau jalanan macet dan petugas shift berikutnya belum datang, masih harus menunggu lagi," ujar Muhammad.

Para karyawan turut mengeluhkan seragam yang harus dibeli menggunakan uang pribadi mereka. Harga seragam yang harus dibeli mulai dari Rp 200.000 sampai Rp 500.000.

Hal itu dianggap tidak perlu karena mereka menilai seharusnya seragam disediakan oleh pihak perusahaan bagi pekerjanya.

Atas dasar-dasar itulah sejumlah mantan karyawan PT Transjakarta mengadukan nasib mereka ke Komnas HAM siang ini.

Aduan mereka fokus terhadap keputusan PHK yang tiba-tiba dikeluarkan oleh perusahaan pada Juni 2016 lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com