JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, genap berusia 85 tahun, Selasa (27/9/2016). Kompas Gramedia menggelar Pameran MediaArt di Bentara Budaya Jakarta untuk merayakan ulang tahun Jakob.
"Pada hari ini juga, kami ingin meresmikan pameran foto dari teman-teman seluruh karyawan KG yang berjumlah 85 foto," ujar CEO Kompas Gramedia, Liliek Oetama, di Bentara Budaya Jakarta.
Dalam pameran MediaArt itu ditampilkan perjalanan karier Jakob. Beberapa foto menunjukkan Jakob dan rekannya, PK Ojong, saat mulai merintis Harian Kompas.
Ada pula foto Jakob yang tengah mengetik sebuah naskah menggunakan mesin tik. Pameran MediaArt juga menunjukkan berbagai aktivitas Jakob, mulai dari foto-foto sejumlah pertemuan, saat ia menjadi pembicara, siaran di BBC, aktivitas olahraga, kegiatan sosial dan kesenian, hingga foto-foto acara peresmian yang dihadiri Jakob.
Beberapa foto lainnya menunjukkan Jakob tengah berbincang dengan sejumlah tokoh, seperti Presiden Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Duta Besar Amerika Serikat, menteri-menteri, dan lainnya.
Tak hanya itu, ada pula foto Jakob bersama karyawan-karyawan Kompas Gramedia. Foto-foto tersebut menunjukkan karakter Jakob yang dekat dengan semua kalangan. Dalam pameran tersebut, ada juga foto Jakob saat turun langsung mengunjungi unit-unit usaha yang dimilikinya.
Selain foto, berbagai lukisan dan kesenian tentang Jakob juga ditampilkan di Pameran tersebut. Sosok Jakob yang sederhana pun tergambar pada Pameran MediaArt itu. Misalnya, ketika ia makan lesehan dan makan bersama rekan-rekannya.
Bagi Jakob, hidup tidak hanya dimaknai sebagai serangkaian kebetulan. Iman menjadikan Jakob percaya bahwa hidup adalah skenario penyelenggaraan Tuhan, providentia Dei.
Berbagai peristiwa yang terjadi itulah yang membentuk karakter sederhana dan kerendahan hati Jakob Oetama dalam menjalani berbagai peran kehidupan.
Dikutip dari buku Syukur Tiada Akhir, lahir dengan nama asli Jakobus Oetama, pada 27 September 1931. Jakob adalah putra pertama dari 13 bersaudara pasangan Raymundus Josef Sandiya Brotosoesiswo dan Margaretha Kartonah.
Menjadi guru merupakan cita-cita awal seorang Jakob. Cita-cita itu muncul bersamaan dengan keinginannya menjadi pastor. Karena itu, saat memutuskan tak melanjutkan seminari tinggi untuk menjadi pastor, Jakob memulai profesi sebagai seorang guru. Bagi Jakob, guru merupakan profesi mulia.
"Karena guru saya lihat sebagai profesi yang mengangkat martabat," kata Jakob, dikutip dari buku Syukur Tiada Akhir (2011).
Namun, setelah beberapa lama menjalani profesi sebagai guru, Jakob merasa tertarik dengan profesi lain: menjadi wartawan. Ketertarikan ini muncul karena kegemaran Jakob menulis, terutama setelah belajar ilmu sejarah.
Minat menulis itu makin tumbuh saat dia melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada hingga lulus pada 1961.
Apalagi, Jakob kemudian bekerja sebagai sekretaris redaksi majalah Penabur sejak 1956. Di majalah mingguan itu dia melaksanakan pekerjaan memimpin redaksi, yang membuat pengetahuan jurnalistiknya semakin kaya.
Langkah Jakob menjadi wartawan semakin mantap hingga kemudian dia bertemu PK Ojong. Pertemuan dengan Ojong menjadi salah satu momentum penting, hingga keduanya melahirkan majalah Intisari, Harian Kompas, juga grup Kompas Gramedia.