JAKARTA, KOMPAS.com - Pabrik obat-obatan dan jamu yang diduga palsu dan tanpa izin edar di kawasan Cakung, Jakarta Timur, digerebek pihak kepolisian. Pabrik-pabrik tersebut memperoleh omset sebesar Rp 3 miliar dalam tiap bulannya.
"Selain tidak memiliki izin, ditenggarai bahwa bahan baku pun indikasinya palsu," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan di lokasi, Jumat (28/10/2016).
Iriawan mengatakan, dalam kasus ini, polisi menetapkan satu orang tersangka yakni, RS (38). RS merupakan penanggung jawab pabrik-pabrik tersebut. Ia sudah menjalankan bisnis ilegal tersebut selama kurang lebih lima bulan.
"Ini dimungkinkan peredarannya cukup banyak ke mana-mana di wilayah Indonesia dan memang ini untungnya cukup besar," ucapnya.
Iriawan menjelaskan, obat dan jamu yang diproduksi di pabrik ini secara kasat mata sangat mirip dengan yang asli. Untuk itu, obat-obat serta jamu ini jika tidak diungkap akan sangat membahayakan masyarakat.
"Kalau kita lihat kemasannya, itu seperti asli karena ada nomor obatnya, batch obatnya. Sehingga kalau dokter atau RS melihat ini, seperti asli. Biasanya kode ini menandakan obat asli, tapi ini kan bisa dicetak," kata Iriawan.
Iriawan menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti melakukan penyidikan dalam kasus ini. Sebab, pihaknya masih mencurigai adanya pemodal besar yang menyokong dana untuk operasional pabrik-pabrik tersebut.
"Saya perintahkan Dirkrimsus untuk terus mengembangkan kemana ujung pangkalnya, siapa owner-nya, siapa penyandang dana, siapa konsultannya," ujarnya.
Dalam kasus ini, polisi menyita ribuan obat-obatan dan jamu yang diduga palsu, beberapa mesin produksi, dan sejumlah bahan baku pembuatan obat.
Akibat ulahnya, RS dijerat Pasal 197 dan Pasal 198 UU RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.