Auditorium Gedung Kementerian Pertanian di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, bukan gedung pengadilan. Namun, selama dua dekade terakhir, tempat itu menjadi saksi bisu tiga pengadilan besar yang pernah digelar di negeri ini.
Dari mantan Presiden Soeharto yang diadili secara in absentia pada 2000, pengadilan kasus terorisme dengan terdakwa Abu Bakar Baasyir pada 2011, dan sekarang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama.
Selasa (3/1/2016), Gedung Auditorium Gedung D Kompleks Kementerian Pertanian (Kementan) yang berlokasi di dekat gerbang utama kompleks di Jalan RM Harsono itu dijaga ketat aparat kepolisian. Pintu gerbang hitam, yang biasanya terbuka, ditutup rapat.
Dua kubu massa yang saling bertentangan -pendukung dan yang kontra dengan Basuki- ramai berorasi sejak pagi. Keduanya menggunakan pengeras suara, dipisahkan jajaran kendaraan barakuda dan pagar kawat yang dipasang pihak kepolisian.
Nadjib Abu Yasser (56), wartawan radio yang meliput sidang Soeharto dan sekarang juga meliput sidang Basuki, menceritakan, pada sidang Soeharto, seluruh elemen masyarakat satu suara menuntut keadilan ditegakkan. Mereka bersatu melawan kekuasaan yang dinilai represif dan korup.
Sekarang dua kubu masyarakat saling berhadapan dengan dua kepentingan berbeda, aparat ada di tengahnya.
"Dulu pintu ini terbuka. Warga dan wartawan bisa masuk ke dalam kompleks. Sekarang gerbang ditutup rapat," katanya.
Kondisi ini mencerminkan bangsa yang terpecah oleh berbagai kepentingan.
"Tapi, jangan salah, ya. Sejak lengsernya Presiden Soeharto, nuansa agama sudah mulai dibawa dalam urusan politik. Sekarang makin jadi," kata Nadjib yang selalu mengemban tas berisi alat perekam.
A'ang Erlangga (58) yang bekerja di Kementan sejak 1979 mengatakan, kendati sekarang pengamanan lebih ketat, ketegangan lebih tinggi menjelang sidang mantan Presiden Soeharto.
"Karena itu baru pertama kali gedung ini dipakai untuk sidang dan karena waktu itu awal reformasi. Sempat khawatir akan ada kericuhan karena saat itu unjuk rasa mahasiswa di mana-mana. Tapi, ternyata aman saja," ujarnya.
Sidang Soeharto terbuka. Namun, Soeharto sendiri tak pernah hadir di persidangan itu. Sidang Baasyir tak terlalu diingat para pegawai. Massa ataupun pengamanan tak begitu banyak. Sejumlah pegawai Kementan lainnya menyatakan sidang kasus penodaan agama ini jauh lebih menarik diamati. Media sosial dan media massa tak henti mengabarkan sidang itu.
Berlangsungnya sidang ini membuat para pegawai sedikit repot. Karena pintu utama ditutup, para pegawai hanya bisa menggunakan pintu di bagian utara, di Jalan TB Simatupang, atau memutar sekitar 1 kilometer. Mereka diminta mengenakan seragam dan identitas untuk membedakan para pegawai dari orang luar.
"Biasanya kami hanya pakai seragam Senin dan Kamis," kata salah satu pegawai.
Pemindahan sidang dugaan penodaan agama dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Jalan Gadjah Mada, Jakarta Pusat, ke Gedung Kementan ini agar lebih dapat menampung pengunjung dan meminimalkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban.