Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pemburu Unjuk Rasa

Kompas.com - 17/01/2017, 17:00 WIB

Setiap unjuk rasa di Ibu Kota juga diramaikan belasan pedagang keliling, mulai dari makanan hingga kacamata dan jam tangan. Para pedagang yang datang dari beberapa daerah di seputar Jakarta itu memang setiap hari berburu unjuk rasa untuk berjualan.

Ketika warga pada umumnya menghindari lokasi unjuk rasa, Yuniarti (47), ibu empat anak dari Depok, Jawa Barat, justru selalu memburu unjuk rasa di Ibu Kota. Berada di tengah pusat unjuk rasa rata-rata lima hari dalam sepekan, ia sampai hafal setiap gerak-gerik ketika kericuhan akan pecah.

"Kalau polisi sudah mulai pada pakai helm, lalu mengangkat tamengnya menutupi wajah, itu sudah tanda-tanda. Biasanya akan maju atau semprot gas air mata. Kalau belum, ya, masih aman," kata penjual kopi keliling itu saat mangkal di unjuk rasa yang digelar Front Pembela Islam di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (16/1).

Saat gejala kericuhan sudah terlihat, Yuniarti akan segera mengemasi dagangannya dan mencari tempat sembunyi. Ia pernah terkena gas air mata dan terjebak dalam kejar-kejaran antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Untung saja, troli, keranjang, dan dua termos air yang menjadi modal utamanya itu tak pernah terkena celaka.

Perempuan berkerudung itu sudah menjadi pemburu unjuk rasa selama tiga tahun terakhir. Ia punya empat rekan yang semuanya ibu dari Depok. Setiap pagi, mereka saling menghubungi untuk menentukan lokasi jualan. "Waktu 411 saya di Stasiun Juanda, waktu 212 tidak jauh-jauh dari stasiun," ujarnya.

Selasa ini, ia sudah berencana ke Kementerian Pertanian di Ragunan untuk unjuk rasa sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama.

Harga khusus petugas

Selain di unjuk rasa, ia juga berjualan di pertandingan sepak bola atau keramaian jalanan lainnya. Keuntungannya Rp 100.000-Rp 200.000. Saat unjuk rasa sepi di akhir pekan, Yuniarti mangkal di sekitar kampus Universitas Indonesia, Depok dan hanya membawa pulang uang di bawah Rp 100.000.

Di luar unjuk rasa, ia menjual kopi Rp 3.000 per gelas. Di tengah unjuk rasa, ia mematok Rp 5.000 per gelas. Untuk polisi, ia jual Rp 4.000 per gelas. "Soalnya polisi selalu beli dan belinya banyak," ujarnya.

Didin Saripudin (33) berangkat dari Bogor untuk berjualan tahu goreng dan telur asin. Tahu goreng di Bogor dijual Rp 1.500 per bungkus, saat unjuk rasa dijual Rp 10.000 per tiga bungkus. Seperti Yuniarti, ia juga berburu unjuk rasa di Ibu Kota untuk dapat penghasilan lebih.

Penjual kacamata keliling, Margono (40) dari Pulogadung, Jakarta Timur, Senin siang itu sudah menjual 30 kacamata. Pada hari biasa, paling laku 10 kacamata sehari. "Kalau di demo begini, tidak ada yang nawar. Langsung bayar gitu aja," kata Margono yang biasanya berjualan di Masjid Istiqlal.

Tak cuma soal keuntungan. Bagi pedagang keliling yang tak punya banyak tempat untuk berjualan di Ibu Kota, keramaian jalanan memberi ruang tanpa khawatir dirazia petugas keamanan. Saat massa bubar, mereka pun kembali ke tempat masing-masing.

(Irene Sarwindaningrum)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Januari 2017, di halaman 27 dengan judul "Para Pemburu Unjuk Rasa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Megapolitan
Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Megapolitan
Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Megapolitan
Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Megapolitan
Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Megapolitan
Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Megapolitan
Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Megapolitan
Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Megapolitan
Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Megapolitan
Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Megapolitan
Sudah Bayar Rp 250.000 Per Bulan, Air Warga Perumahan Subsidi Jokowi di Cikarang Sering Kotor dan Berbau

Sudah Bayar Rp 250.000 Per Bulan, Air Warga Perumahan Subsidi Jokowi di Cikarang Sering Kotor dan Berbau

Megapolitan
Pilu Ibu di Bogor, Kini Hanya Duduk di Kursi Roda karena Kerusakan Otak Usai Operasi Caesar

Pilu Ibu di Bogor, Kini Hanya Duduk di Kursi Roda karena Kerusakan Otak Usai Operasi Caesar

Megapolitan
Seniman Minta Disediakan Taman Khusus untuk Menggambar Grafiti

Seniman Minta Disediakan Taman Khusus untuk Menggambar Grafiti

Megapolitan
Suramnya Kondisi Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang, Terbengkalai seperti Kota Mati hingga Jadi Tempat Mesum

Suramnya Kondisi Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang, Terbengkalai seperti Kota Mati hingga Jadi Tempat Mesum

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com