JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengomentari pernyataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang memastikan seluruh anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014, menerima uang hasil korupsi proyek e-KTP.
Ahok merupakan anggota Komisi II DPR RI tahun 2009-2012.
"Mungkin saja (di dalam) list-nya, semua (anggota Komisi II DPR RI) terima (uang korupsi e-KTP). Tapi kan enggak pernah ada (anggota Komisi II DPR RI) yang berani kasih (uang hasil korupsi e-KTP) ke aku," kata Ahok, di Jalan Haji Syaip, Gandaria Selatan, Jakarta Selatan, Kamis (5/4/2017).
(baca: Nazaruddin Sebut Seluruh Anggota Komisi II Terima Uang Korupsi E-KTP)
Pasalnya, lanjut dia, seluruh anggota DPR RI saat itu mengetahui sifat Ahok. Menurut Ahok, dia juga rutin mengembalikan kelebihan uang perjalanan dinas.
Selain itu, Ahok memastikan dirinya akan melaporkan anggota Komisi II DPR RI jika berani memberi uang hasil korupsi e-KTP kepadanya.
"Pasti dong kalau (uang hasil korupsi e-KTP) dibagi ke semua (anggota) Komisi II, tapi atas nama saja kan. Mungkin dia bagi rata, pasti hitungannya semua (anggota) komisi (II DPR RI)," kata Ahok.
(baca: Ahok: Saya Justru Paling Keras Tolak Proyek E-KTP)
Selain itu, Ahok menceritakan bahwa dirinya pernah melakukan perjalanan dinas selama tiga hari saat menjadi anggota Komisi II DPR RI. Hanya saja, laporan perjalanan kerap dipalsukan.
Perjalanan dinas yang semestinya tiga hari, dilaporkan menjadi lima hari.
"Gue ngamuk-ngamuk sampai dua hari, gue balikin itu duit perjalanan dinas. (uang) perjalanan dinas saja enggak gue ambil, apalagi duit enggak jelas, mau lu kasih ke gue," ucap Ahok.
(baca: Ahok: E-KTP Enggak Perlu Dibuat Jadi Proyek)
"Persoalannya, anggota Komisi II berani kasih (uang hasil korupsi e-KTP) ke gue enggak? Kalau lu kasih gue, pasti gue laporin," ucap Ahok lagi.
Sebelumnya, Nazaruddin menyatakan hal itu saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/4/2017). Menurut Nazaruddin, rapat dengar pendapat tidak akan kondusif jika tidak ada pembagian komisi tersebut.
DPR RI menyepakati anggaran proyek e-KTP sesuai grand design 2010, yaitu RP 5,9 triliun. Dari anggaran itu, sebesar 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP, sedangkan 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI.