Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Tentang Marah yang Menghancurkan Kita

Kompas.com - 28/06/2017, 08:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Di sebuah kantor di Jakarta, tanpa sengaja saya berjumpa dengan teman perempuan semasa duduk di bangku SMP.

Setelah berbincang, ternyata ia bekerja juga di kantor yang sama dengan saya, tetapi lain divisi. Ia sudah menikah dan dikaruniai seorang anak. Di kantor itu beberapa kali kami berpapasan, saling menyapa.

Singkat cerita, ia curhat soal dirinya dan suaminya, terutama saat mereka bertengkar. Ia mengakui kalau dirinya memiliki karakter mudah marah dan emosional, istilahnya “panasan”.

Karakter mudah marah ini yang sering memicu pertengkaran dengan suaminya. Sebaliknya, suaminya sebagai kepala keluarga tidak mau kalah juga.

Pertengkaran sering tidak bisa dihindari. Dari soal melepas baterai pager (alat komunikasi sebelum handphone) milik suaminya agar tidak bisa komunikasi, hingga soal kunci motor yang disembunyikan.

Pertengkaran paling sengit terjadi di rumahnya sendiri. Mereka saling berteriak dan serba menyalahkan satu dengan yang lain.

Akhirnya, teman saya ini membanting barang yang ada di dekatnya, kemudian menarik taplak meja yang di atasnya penuh makanan dan piring serta benda lain. Hancur berantakan di lantai.

Suaminya kemudian membalas, ia segera menarik selang air dan menyemprotkan air ke istrinya dan ke semua ruangan! Rumah dalam sekejap hancur berantakan dan basah, penuh genangan air.

Sampai di situ saya tidak tahu bagaimana cerita selanjutnya karena teman saya ini sudah mengundurkan diri dari tempat kerjanya dan tidak pernah kontak lagi dengan saya.

Ada lagi cerita lain. Informasi ini saya dengar dari saudara sendiri.

Adalah sebuah keluarga di kota kecil, usahanya berjualan di pasar. Suami istri ini sering bertengkar pula. Terutama sang suami yang temperamental dan ringan tangan. Istrinya sering dimarahi kalau salah, bahkan dipukuli hingga biru lebam.

Parahnya, suatu hari ketika mereka ribut besar, suaminya benar-benar kalap. Selain memaki-maki, juga memukuli istrinya sekenanya.

Suaminya juga mengobrak-abrik benda-benda yang ada di dekatnya. Bahkan televisi satu-satunya hiburan keluarga, dibanting ke dalam got di depan rumah hingga hancur lebur!

Beberapa bulan mereka tidak dapat menonton karena belum mampu membeli televisi lagi.

Emosi dasar manusia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com