Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanyekan Bahaya Polusi Udara, Aksi Teatrikal Digelar di Depan Kemenkes

Kompas.com - 28/09/2017, 12:02 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah aktivis Greenpeace menggelar aksi teatrikal di depan Kementerian Kesehatan di Jalan HR Rasuna Said, Kamis (28/9/2017).

Mereka mengenakan pakaian yang menggambarkan organ manusia, paru-paru yang menghitam, serta membawa papan bertuliskan #JakartaUnderPollution.

Mereka berdiri lemah di depan Kemenkes, ada juga yang duduk seolah-olah dijerat oleh partikel hitam.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengungkapkan kampanye ini digelar untuk mendorong Kementerian Kesehatan agar lebih memperhatikan polusi udara di Indonesia, khususnya PM 2,5, partikel yang jarang terpantau namun mengancam kesehatan.

"Kenapa kami pakai baju transparan, karena PM 2,5 tidak hanya masuk ke dalam pernapasan, tapi juga ke peredaran darah," ujar Bondan di lokasi, Kamis.

Baca: 15 Tahun Car Free Day di Jakarta Dinilai Belum Efektif Kurangi Polusi

PM 2,5 sendiri berukuran sangat kecil, 1/30 dari rambut manusia, dan bisa masuk ke tubuh manusia dari udara.

Jika terpapar dalam jangka panjang, partikel ini bisa mengendap di organ pernapasan yang beresiko pada infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan kanker paru-paru.

Selain itu, partikel ini meningkatkan kadar racun dalam pembuluh darah dan dapat memicu stroke, penyakit kardiovaskular, dan penyakit jantung lainnya.

Belum lagi ibu hamil yang janinnya terancam. Sayangnya selama ini menurut Greenpeace, Kementerian Kesehatan hanya memantau partikel polutan PM 10.

"Kementerian Kesehatan mengambil sampel PM 2,5 dari stasiun pemantau udara tapi tidak pernah di-launching secara real time. Padahal masyarakat berhak tahu polutannya apa saja, dan dari mana asalnya," ujar Bondan.

Baca: Paparan Polusi Kendaraan Bisa Merusak Kadar Kolesterol Baik

Padahal, menurut Bondan, pemerintah harusnya mengedukasi masyarakat dan mengampanyekan bahaya polusi udara.

Dengan demikian, setidaknya, masyarakat bisa memproteksi dirinya sendiri dengan memakai masker ketika terpapar udara beracun.

"Kita tidak bisa membatasi masyarakat mau tinggal di mana, tapi setidaknya ketika itu bisa dipantau, masyarakat yang tinggal di daerah berpolusi, tahu kapan harus pakai masker karena kondisi udara sudah tidak sehat," kata Bondan.

Setelah edukasi dilakukan, Greenpeace berharap Kementerian Kesehatan dapat bekerjasama dengan instansi lainnya untuk meregulasi polusi udara dan sumber-sumbernya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Megapolitan
Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Megapolitan
Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Megapolitan
Heru Budi Usul Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Usul Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Megapolitan
6 Anggota Polres Metro Jaksel Dipecat, Sebagian karena Jadi Pengedar dan Pengguna Narkoba

6 Anggota Polres Metro Jaksel Dipecat, Sebagian karena Jadi Pengedar dan Pengguna Narkoba

Megapolitan
Dua Maling Gasar Motor di Tanjung Priok, Polisi Bergerak meski Korban Enggan Lapor

Dua Maling Gasar Motor di Tanjung Priok, Polisi Bergerak meski Korban Enggan Lapor

Megapolitan
Hal-hal yang Belum Terungkap di Kasus Brigadir RAT: Motif hingga Sosok Pengusaha yang Dikawal

Hal-hal yang Belum Terungkap di Kasus Brigadir RAT: Motif hingga Sosok Pengusaha yang Dikawal

Megapolitan
Rute Transjakarta 8N Kebayoran - Petamburan via Asia Afrika

Rute Transjakarta 8N Kebayoran - Petamburan via Asia Afrika

Megapolitan
Ahok Beberkan Solusi Penanganan Macet Jakarta, Berharap Direalisasikan Gubernur DKI

Ahok Beberkan Solusi Penanganan Macet Jakarta, Berharap Direalisasikan Gubernur DKI

Megapolitan
DJ East Blake Terancam 12 Tahun Penjara akibat Sebar Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih

DJ East Blake Terancam 12 Tahun Penjara akibat Sebar Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Pertimbangkan Usul DPRD DKI soal Sekolah Gratis Negeri dan Swasta

Pemprov DKI Jakarta Pertimbangkan Usul DPRD DKI soal Sekolah Gratis Negeri dan Swasta

Megapolitan
Komisi E DPRD DKI Desak Pemprov Wujudkan Sekolah Gratis Negeri dan Swasta, dari TK sampai SMA

Komisi E DPRD DKI Desak Pemprov Wujudkan Sekolah Gratis Negeri dan Swasta, dari TK sampai SMA

Megapolitan
Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Megapolitan
DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com