Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Tindak Tegas Aparat Terkait Persekusi oleh LSM KPK

Kompas.com - 16/10/2017, 07:45 WIB
Sherly Puspita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu yang lalu sebuah video adanya keributan di sebuah lobi rumah sakit viral di media sosial. Dalam video itu, sejumlah pria berkemeja hitam berlambang "KPK" membentak-bentak petugas rumah sakit.

Lambang KPK di kemeja sejumlah pria tersebut berwarna putih hitam merah menyerupai lambang Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Kejadian tersebut terjadi pada Selasa (10/10/2017).

Awalnya, ada seorang pasien yang tengah dirawat di Rumah Sakit Arya Medika Tangerang dan dalam masa kritis. Pihak rumah sakit rupanya tak memiliki peralatan memadai untuk merawat pasien tersebut dan memutuskan merujuknya ke rumah sakit lain.

Baca: Viral KPK Geruduk RS di Tangerang karena Ada Pasien Meninggal

Tiba-tiba saja, ada seorang pria yang mengaku anggota LSM KPK menawarkan diri untuk mengantarkan pasien tersebut ke rumah sakit rujukan. Namun, saat dalam perjalanan ke rumah sakit rujukan nyawa pasien tak tertolong.

Bukannya segera dimakamkan, anggota LSM tersebut justru menyarankan pasien dibawa kembali ke RS Arya Medika. Keluarga pun menyepakati.

Setibanya di rumah sakit, beberapa anggota KPK itu memarahi petugas RS. Salah satu anggota lainnya juga ada yang membentak sambil menggebrak meja.

Petugas keamanan rumah sakit kemudian segera meminta para anggota LSM meninggalkan rumah sakit karena menganggu kenyamanan pasien di rumah sakit itu.

Baca: Polisi Selidiki Kasus Penggerudukan Rumah Sakit oleh LSM KPK

Video ini menjadi viral di media sosial. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD turut menulis twit beserta video tersebut di akun Twitter miliknya.

"LSM ini sungguh brutal. Masak ada orng mati di RS, dokter yg disalahkan? Pd-hal keluarga yg mati tak apa2.Aparat hrs tangkap orng2 LSM ini," tulis Mahfud.

Polisi lantas menyelidiki kasus penggerudukan sejumlah masa LSM tersebut meski antara korban dan pihak rumah sakit telah berdamai.

"Kami masih dalam proses penyelidikan untuk kasus itu," ujar Kapolsek Jatiuwung Kompol Eliyanto saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/10/2017).

Di dalam Pasal 170 ayat 1 KUHP disebutkan, barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. 

Menurut Elyanto penyelidikan dilakukan untuk mengetahui apakah ada unsur pidana dalam peristiwa tersebut.

Hingga hari ini, polisi belum mengungkap kasus ini secara tuntas. Penyelesaian kasus penggerudukan RS oleh LSM KPK masih setengah jalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com