Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntut Ganti Rugi Lahan MRT, Pemilik Tanah Tak Mau Dicap "Mata Duitan"

Kompas.com - 21/11/2017, 12:18 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Enam pemilik lahan di Jalan Fatmawati yang menggugat Pemprov DKI Jakarta terkait ganti rugi proyek mass rapid transit (MRT) membantah cap "mata duitan" yang disematkan kepada mereka. Pengacara para penggugat, Yuliana Rosalita, menyebut gugatan bukan bermaksud mencari untung melainkan meminta keadilan.

"Label 'rakyat yang mata duitan' karena minta nilai ganti rugi yang besar kepada negara juga telah banyak disematkan kepada para pemilik lahan. Namun kenyataannya tidaklah demikian dikarenakan apa yang sedang diperjuangkan oleh mereka adalah semata-mata mengenai penilaian harga ganti rugi yang adil dan layak," kata Yuliana saat dihubungi, Selasa (21/11/2017).

Menurut Yuliana, nilai ganti rugi yang ditawarkan BPN dan Pemprov DKI Jakarta selama ini hanya selisih sedikit dari NJOP. Belum lagi dalam appraisal atau penilaian terakhir, tidak ada aspek non-fisik yang dimasukkan dalam ganti rugi. Ganti rugi hanya menghitung tanah dan bangunan.

"Ini tanah yang diganti kan bukan tanah kosong cuma isi semak-semak, di situ kan kawasan komersil yang jadi mata pencaharian orang, ada kerugian usaha yang harusnya juga dipertimbangkan," ujar Yuliana.

Baca juga : Penggugat Ganti Rugi Tanah MRT Minta Putusan MA Ditinjau Kembali

Yuliana tak membantah bahwa kliennya orang kaya. Namun tak berarti pemerintah bisa sewenang-wenang merampas tanah mereka. Para penggugat hanya meminta ganti rugi sesuai prosedur yang benar.

"Memang orang kaya, tapi apa artinya kalau punya tanah harga Rp 1.000.000 harus mau dibeli hanya Rp 500.000?" kata Yuliana.

Langkah dua dari enam penggungat itu, yaitu Mahesh Lalmalani dan Heriyantomo, yang sudah menyerahkan tanahnya ke kontraktor MRT setelah didatangi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menurut Yuliana, merupakan bentuk kerelaan hati dan dukungan untuk proyek MRT. Mereka ingin proyek itu selesai tepat waktu.

Selain Mahesh dan Heriyantomo, empat penggugat lain Muchtar, Wienarsih Waluyo, Dheeraj Mohan Aswani, dan Ang Ing Tuan. Mereka mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Maret 2016. Menurut mereka, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka saat itu menuntut ganti rugi hingga Rp 100.000.000 per meter persegi atas kerugian usaha yang mereka miliki di sepanjang Jalan Fatmawati.

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian mengabulkan keenam penggugat dengan menyatakan Pemprov DKI Jakarta terbuki melakukan perbuatan melawan hukum. Pemprov DKI dihukum untuk membayar tanah penggugat sebesar Rp 60 juta per meter.

Namun Pemprov DKI Jakarta kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 10 Oktober 2017, hakim MA mengabulkan kasasi Pemprov DKI Jakarta.

Merasa ada kekeliruan dalam putusan, para penggugat mengajukan upaya peninjauan kembali ke Mahkamah Agung tetapi tidak dihiraukan. Mereka berencana mengadukan putusan ini ke Badan Pengawas serta Ombudsman dalam waktu dekat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com