JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi mengungkapkan, muncikari berinisial EMT (44) yang menyekap dan memaksa remaja menjadi pekerja seks komersial (PSK) mempunyai delapan anak asuh.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, delapan anak tersebut diduga turut menjadi korban eksploitasi seperti NAT (15). Mereka dipaksa menjadi PSK di apartemen.
"Sampai dengan kami lakukan penangkapan, dan hasil pemeriksaan tersangka, EMT memiliki delapan orang anak asuh yang dia perjualbelikan," ujar Zulpan, kepada wartawan, Rabu (21/9/2022).
Baca juga: Ditangkap, Muncikari yang Sekap dan Paksa Remaja Jadi PSK Menangis di Mapolda Metro Jaya
Menurut Zulpan, EMT menyewa sejumlah kamar di tiga apartemen kawasan Jakarta dan Tangerang. Anak-anak yang dipaksa menjadi PSK ditempatkan secara bergantian.
"Jadi ada apartemen, satu apartemen inisial A di Tangerang dan dua di Jakarta. Jadi berpindah-pindah bergantian," kata Zulpan.
Adapun saat ini korban NAT dan delapan anak lainnya yang menjadi korban eksploitasi EMT sudah mendapatkan penanganan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Sebelumnya, polisi menangkap dua tersangka kasus penyekapan dan eksploitasi terhadap remaja perempuan berinisial NAT (15).
Selain EMT, polisi juga menangkap RR alias I (19) di wilayah Kalideres, Jakarta Barat, pada Senin (19/9/2022).
EMT dan RR dijerat dengan Pasal 76 huruf i juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 12 serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Penyekapan dan eksploitasi terhadap NAT diduga sudah terjadi selama 1,5 tahun, yakni sejak Januari 2021 dan diketahui pihak keluarga pada Juni 2022.
Kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2912/VI/2022/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 14 Juni 2022.
Selama disekap, korban dipaksa oleh EMT untuk melayani pelanggan dan ditargetkan mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per hari.
Setelah korban lapor ke polisi, EMT berusaha menghubungi dan meneror korban.
Menurut kuasa hukum korban M Zakir Rasyidin, EMT mengintimidasi dan mengancam korban agar segera kembali ke apartemen untuk bekerja sebagai PSK.
"Jadi masih sering disampaikan harus balik lagi ke sana, kalau enggak utang Rp 35 juta harus dibayar. Enggak tahu ini utang asal muasalnya dari mana, korban juga enggak tahu," kata Zakir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.