JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu Irjen Teddy Minahasa mengaku pusing ketika diberikan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut pada saksi dalam persidangannya.
Mulanya, Hakim Ketua Jon Sarman Saragih di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat mempersilakan Teddy bertanya kepada Koordinator Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol (Purn) Ahwil Loetan.
Teddy kemudian mengajukan pertanyaan soal kapan tepatnya tindak pidana narkotika dinyatakan ada. Ahwil tampak tergagap sejenak, yang membuat Hakim Jon mengulangi pertanyaan Teddy.
"Sebentar, sebentar ahli kalau sudah bingung ke sini lihat. Biar terang," kata Jon dalam persidangan, Senin (6/3/2023).
Mendengar hal itu, penonton sidang seketika tertawa. Jon lantas menanyakan kembali pertanyaan yang diajukan oleh terdakwa Teddy Minahasa.
"Saya rasa itu adalah hal yang memang berlaku di Undang-Undang Narkotika. Perencanaan saja sudah tindak pidana apalagi sudah terjadi. Jadi tidak ada istilah coba-coba di dalam Undang-Undang Narkotika," jelas Ahwil.
Teddy lalu bertanya apakah percakapan berkait narkotika, namun tidak ada barang bukti dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Mendengar hal itu, Ahwil mencontohkan kasus jenderal bintang empat yang ditangkap Drug Enforcement Administration (DEA) Amerika Serikat meski tanpa barang bukti di tangannya.
"Jadi belum tentu orang yang berkait narkotika harus ada barang bukti padanya, harus dites darah postif. Itu enggak perlu. Jadi bandar besar clear pasti tidak akan ada narkotika padanya," urai Ahwil.
Setelah itu, Jon kembali mempersilakan Teddy Minahasa mengajukan pertanyaan lanjutan. Namun, mantan Kapolda Sumatera Barat itu enggan bertanya lagi kepada saksi.
"Tidak ada (pertanyaan lagi) Yang Mulia. Kesimpulannya saya juga pusing, Yang Mulia. Cukup Yang Mulia, terima kasih," ucap Teddy.
Adapun dalam persidangan ini, Ahwil menjadi saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU). Ahwil menjelaskan beberapa hal termasuk undercover buying atau pembelian terselubung, uji laboratorium, hingga motif peredaran narkotika.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.