JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Kampung Tanah Merah, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, sudah hidup berdampingan dengan Depo Pertamina Plumpang sejak 1970-an.
Depo dengan luas lebih kurang 48 hektar itu, diketahui berdiri sejak 1972 dan mulai beroperasi secara resmi pada 1974.
Tembok dengan kawat yang tinggi menjadi pembatas aktivitas masyarakat Jalan Tanah Merah dengan depo pemasok BBM di Jabodetabek dan Jawa Barat itu.
Peristiwa kebakaran hebat di Depo Pertamina Plumpang pada Jumat (3/3/2023) yang merembet ke rumah warga kini membuka lagi konflik lama antara warga dan perusahaan pelat merah itu.
Muncul pertanyaan, siapa yang harus direlokasi? Depo Pertamina atau permukiman warga?
Pertamina disebut ingin akuisisi lahan di luar tembok
Anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), RW 09, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Frengky Mardongan, menceritakan konflik panjang antara warga dan PT Pertamina.
Ia mengatakan, Pertamina sempat mengklaim kawasan Jalan Tanah Merah melalui surat keputusan pemerintah.
Pada surat itu, Pertamina disebut memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) di area tersebut seluas 14 hektar.
"Di tahun 1971 saja, warga sudah ada di sini. Pertamina yang mengklaim kawasan tersebut adalah milik mereka melalui surat keputusan pemerintah sementara. Yang tercatat sebagai HGB Pertamina adalah 14 hektar," jelas Frengky kepada wartawan, Senin (6/3/2023).
Ia pun menilai, tanah Pertamina tersebut tidak meliputi kawasan RW 09. Namun, hanya sebatas bagian dalam yang dibatasi pagar.
"14 hektarlah di sini. Yang terhubung menjadi Depo yang awalnya hanya 3,5 hektar. Awalnya 3,5 hektar, berubah menjadi 14 hektar," imbuhnya.
Sulit urus data kependudukan
Akibat berkonflik dengan Pertamina, warga sempat kesulitan mengurus data kependudukan hingga infrastruktur dasar.
"Karena permasalahan tersebut, klaim-klaim ini, warga itu kesulitan mendapatkan hak. Ini seperti perbaikan jalan, saluran, dan air bersih," jelas Frengky.