JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan darurat terhadap saksi N dan R yang melihat aksi penganiayaan D (17) oleh Mario Dandy Satrio (20).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menjelaskan, perlindungan darurat diberikan setelah N dan R meminta adanya pendampingan, ketika dihadirkan langsung dalam proses rekonstruksi kasus penganiayaan berat tersebut.
"Ya tentu mungkin dengan pendampingan LPSK mereka bisa lebih nyaman dalam memberikan keterangan, mengikuti rekonstruksi ini, membantu penyidik mengungkap perkara," ujar Edwin saat ditemui saat sela-sela rekonstruksi, Jumat (10/3/2023).
Baca juga: Setelah Aniaya D Sampai Bonyok, Mario Sempat Mengaku Adiknya Dilecehkan pada Saksi N
Menurut Edwin, R dan N sebelumnya sudah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK setelah dijadikan saksi dalam kasus penganiyaan D.
Namun, pengajuan tersebut hingga kini masih dalam proses penelaahan dan menunggu persetujuan seluruh pimpinan LPSK dalam rapat paripurna internal.
"Karena itu kemudian, sekalipun permohonannya masih proses penelaahan kami melakukan langkah yaitu perlindungan darurat. perlindungan daruratnya untuk mendampingi proses rekonstruksi hari ini," ungkap Edwin.
Baca juga: Terungkap dalam Rekonstruksi, Mario dan Shane Ikuti AG Menuju Rumah Saksi R Sebelum Aniaya D
Adapun rekonstruksi tersebut dilaksanakan di tempat kejadian perkara, yakni di Perumahan Green Permata Pesanggrahan, Jakarta Selatan, tepatnya di depan kediaman R dan N.
Untuk diketahui, Mario, anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Rafael Alun Trisambodo, menganiaya korban D pada 20 Februari 2023 di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Mario marah karena mendengar kabar dari saksi berinisial APA yang menyebut AG (15) kekasihnya mendapat perlakuan tidak baik dari korban. Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas (19).
Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma. Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
Kini, Shane dan Mario sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di ruang tahanan Mapolda Metro Jaya.
Sementara AG yang dilabeli sebagai pelaku atau anak berkonflik dengan hukum karena masih berstatus di bawah umur, ditahan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial.
Ketiganya diduga telah melakukan tindak pidana penganiayaan berat yang direncanakan.
Mario dijerat dengan Pasal 355 KUHP ayat 1, subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP, subsider 353 ayat 2 KUHP, subsider 351 ayat 2 KUHP.
Selain itu, penyidik juga menjerat Mario dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara itu MDS," kata Hengki.
Sementara Shane dijerat Pasal 355 ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 353 ayat 2 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 351 ayat 2 junto 56 KUHP.
"Dan atau Pasal 76c juncto 80 Undang-Undang Perlindungan Anak," jelas Hengki.
Untuk AG, dijerat dengan Pasal 76c juncto pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak dan atau Pasal 355 ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 354 ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 353 ayat 2 juncto Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 351 ayat 2 juncto Pasal 56 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.