JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Satyawanti Mashudi menyayangkan cibiran warganet terhadap karyawati yang ungkap bos ajak "staycation" sebagai syarat perpanjangan kontrak.
Korban berinisial AD (23) dihujani beragam perkataan tak pantas di media sosial seolah karyawati itu pantas menerima konsekuensi atas paras cantik dan cara berbusananya.
Sayangnya, kata Satyawanti, sikap menyalahkan korban atau victim blaming masih dijumpai di masyarakat. Sikap itu juga kerap dianggap sebagai reaksi yang secara umum terjadi.
Baca juga: Bos Ajak Karyawati Staycation demi Perpanjangan Kontrak, Komnas Perempuan: Modus Eksploitasi Seksual
"Kondisi ini malah semakin menyudutkan perempuan korban karena mendapatkan stigma dan mengalami kekerasan berlapis," ucap Satyawanti kepada Kompas.com, Selasa (16/5/2023).
Satyawanti menjelaskan, victim blaming terjadi salah satunya karena dipengaruhi oleh adanya anggapan tentang dunia yang adil.
Ada anggapan bahwa seseorang yang baik pasti akan menerima hal baik, sebaliknya jika seseorang mendapatkan hal buruk.
"Pastilah itu buah dari perbuatannya atau dia yang menjadi penyebab kejahatan itu terjadi. Padahal kondisi yang sebenarnya tidak demikian," ucap Satyawanti.
Baca juga: Aktivis Perempuan Apresiasi Karyawati yang Diajak Staycation Bos Mau Melapor ke Polisi
Dampak victim blaming ini dapat membuat korban merasa seolah-olah mereka diserang terus-terusan yang bisa berkembang menjadi gangguan mental, seperti gangguan kecemasan dan depresi.
Dalam video yang diposting oleh salah satu akun TikTok @ik***ngestu***, beragam komentar negatif justru ditulis warganet terhadap AD, salah satunya soal penampilannya.
"Dari penampilan udah kelihatan sih," tulis akun @ju****eligu**ng.
"Dari raut mukanya pro player ya, gengs," tulis akun @raf***xy.
"Kelihatan sih pemainnya, dari segi casing yang paham juga paham," tulis akun @qi***16.
Satyawanti berpandangan, saat korban tahu bahwa akan banyak yang menyalahkannya maka dia juga bisa kehilangan kepercayaan diri dan takut untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya.
Akibatnya, korban selamanya tidak akan memperoleh hak atas keadilan dan pemulihan yang seharusnya. Dan pelaku akan cenderung mengulangi perbuatannya.
"Pelaku juga berpotensi mencari korban baru karena merasa bahwa korban-korbannya takut dan tidak akan melaporkan dirinya kepada pihak berwenang," ucap Satyawanti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.