JAKARTA, KOMPAS.com - Miswadi (52) sudah tinggal dan berdagang di Jalan Bekasi Timur IV, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, sejak 1994.
Meski sudah terbiasa dengan tawuran yang kerap terjadi sejak 2020, bukan berarti dirinya tidak merasa waspada dan resah.
Maraknya aksi tawuran bukan hanya membuatnya ingin pindah rumah. Justru, hal itu membuatnya ingin kembali ke kampung halamannya.
"Pingin ganti suasana kehidupan yang baru. Pingin pulang kampung ke Purbalingga," tutur dia di Asrama Leoni Blok C, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (11/6/2023).
Akan tetapi, keluarga besarnya justru menyarankan agar Miswadi tetap berada di Jakarta.
Baca juga: Khawatir Jadi Korban Tawuran di Gang Mayong, Warga: Siapa yang Bakal Ngobatin Saya?
Sebab, kampung halamannya tergolong sepi. Jika ingin berjualan, keuntungan yang diraup tidak akan sebanyak saat di Ibu Kota.
"Kata keluarga, di Jakarta saya udah biasa megang (mendapat penghasilan) uang Rp 100.000. Kalau di kampung megang Rp 100.000, bisa kaget," tutur Miswadi.
Lebih lanjut, kondisi sepi di Cipinang Besar Utara masih memungkinkannya untuk mendapat ratusan ribu rupiah per hari.
Sementara dalam kondisi sepi di kampung halaman, belum tentu Miswadi bisa mendapat omzet harian sampai nominal tersebut.
"Kalau pulang kampung juga bingung mau buka usaha apa. Jadi ya tetap di sini aja," tutur dia.
Baca juga: Keluhkan Tawuran di Gang Mayong, Warga: Ganggu Tidur dan Bikin Cemas
Sejak 1994, Miswadi sudah bermukim di kawasan Asrama Leoni Blok C. Kawasan itu masuk dalam RT 003 dan RT 004 di RW 08.
Untuk menuju kawasan ini, seseorang harus melewati pagar berwarna hijau terlebih dulu.
Lokasi pagar berada di sebelah kiri Jalan Bekasi Timur IV, jika berangkat dari arah lampu lalu lintas dekat Rutan Cipinang.
Miswadi mengatakan, warga di lingkungan tempat tinggalnya sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
Inilah salah satu alasan ia betah tinggal di Cipinang Besar Utara walaupun kawasannya disebut rawan tawuran.