JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah tak kaget proyek intermediate treatment facility (ITF) Sunter akhirnya kandas.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyetop pembangunan proyek ITF Sunter lantaran nilai investasi dan biaya operasionalnya terlalu besar.
Hal senada, Fajri menilai pembangunan hingga operasi proyek ITF dengan teknologi insinerator atau pembakaran ini memakan biaya tinggi yang tidak efisien dan tepat sasaran.
Baca juga: Jalan Panjang Proyek ITF Sunter: Digagas Era Gubernur Fauzi Bowo, Dihentikan Heru Budi
"Uang publik harus terserap besar untuk bangun dan instal insinerator juga alat pengendali pencemar udara yang tidak kalah mahal," ucap Fajri kepada Kompas.com, Selasa (27/6/2023).
Menurut dia, sumber daya uang publik sebesar itu lebih tepat digunakan untuk upaya pengurangan sampah sejak dari sumbernya, salah satunya dari rumah tangga.
Selain itu, sampah dari sektor produksi juga harus dikendalikan lantaran produsen ambil keputusan desain produk yang menimbulkan banyak sampah seperti plastik sekali pakai.
"Menurut saya lebih mendesak untuk Pemprov DKI Jakarta memperbaiki kinerja kewajiban pengurangan sampah di level rumah tangga dan produsen," kata dia.
Menurut Fajri, pembangunan ITF dengan teknologi pembakaran seperti insinerator ataupun refuse derived fuel (RDF) hanya akan berdampak negatif pada lingkungan dan sosial yang signifikan.
Baca juga: Heru Budi Setop Proyek ITF Sunter: Kami Enggak Sanggup...
"Apalagi Jakarta sendiri sudah hadapi masalah akut soal pencemaran udara," ungkap Fajri.
Sekali dibangun, kata Fajri, ITF dengan teknologi pembakaran akan meminta jumlah minimal sampah yang masuk ke dalam fasilitas.
"Kita jadinya tidak selesaikan akar masalah pengelolaan sampah, tapi hanya pindahkan masalah sampah dari TPST Bantargebang ke wilayah di mana ITF itu dibangun," kata Fajri.
Dengan situasi itu, menurut Fajri, Pemprov DKI malah jadi mengeluarkan biaya lebih banyak dengan masalah lingkungan yang hanya berpindah saja.
"Masalah sampah dalam bentuk padat berubah jadi masalah pencemaran udara dan timbulan limbah B3 dari sisa pembakaran," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.