BOGOR, KOMPAS.com - Adanya manipulasi data kependudukan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kota Bogor membuat kecewa sejumlah orangtua murid.
Sebab, mereka merasa dirugikan karena tidak bisa memasukkan anaknya ke SMA favorit tersebut meski jarak rumah dengan sekolah sesuai zonasi.
Meski begitu, tidak sedikit orangtua murid tetap berjuang untuk bisa memasukkan anaknya ke SMAN 1 Kota Bogor melalui PPDB sistem zonasi, salah satunya Jajang yang merupakan warga Kantor Batu, Kelurahan Paledang, Kota Bogor.
Baca juga: PPDB Zonasi Kota Bogor Diwarnai Manipulasi Data, KSP: Kecurangannya yang Diberangus, Bukan Sistemnya
Meski hasil PPDB jalur zonasi di SMAN 1 Kota Bogor sudah diumumkan, Jajang masih terus berupaya demi sang anak.
Ia mendatangi langsung SMAN 1 Kota Bogor sambil membawa bukti administrasi kependudukan yang lengkap.
"Saya tadi bawa surat kepemilikan rumah, tanah, pajak bumi dan bangunan karena tanah ini waris saya buat/ada surat keterangan waris," kata Jajang, dilansir dari TribunnewsBogor.com, Rabu (12/7/2023).
Jajang ingin membuktikan kepada pihak SMAN 1 Kota Bogor bahwa dirinya merupakan warga asli Paledang.
"Ini menunjukan bahwa saya sebagai penduduk benar-benar bukan penduduk musiman," jelasnya.
Secara jarak, rumah Jajang dengan SMA Negeri 1 Kota Bogor memang diklaim masuk dan lolos zonasi, yakni sekitar 300 meter.
Baca juga: Manipulasi Data PPDB Zonasi di Bogor Dibongkar Bima Arya, P2G: Terlambat, Pemda Tak Ada Deteksi Dini
Dirinya pun mengklaim bahwa di wilayahnya tercatat ada 10 orang yang tidak lolos zonasi meski jarak rumahnya dengan sekolah dekat.
"10 orang yang benar yang warga asli. Setahu saya ada 6 yang enggak. Yang baru ketemu 6 orang. Kita ngumpul kemarin orangtua," ungkapnya.
Jajang menuturkan, 10 orang ini kalah bersaing dengan penduduk musiman yang kebanyakan memanipulasi Kartu Keluarga (KK).
"Salah satunya itu, banyak ada rumah kosong tapi ada KK-nya. Termasuk rumah saya. Ada KK baru. Padahal sama sekali belum tanda tangan," tegasnya.
Meski telah berupaya, Jajang mengaku bahwa dia tidak mendapat kepastian apa pun soal nasib anaknya.
Pihak SMAN 1 Kota Bogor malah menyarankannya untuk bertanya langsung ke Pemerintah Provinsi.
Baca juga: Kecurangan Warnai PPDB Sistem Zonasi, Pemerintah Diminta Ratakan Kualitas Pendidikan