JAKARTA, KOMPAS.com - Para korban pernipuan "Tinder Swindler" versi Indonesia sudah saling berjejaring untuk membawa kasus yang menimpa mereka ke jalur hukum.
Hingga Rabu (19/7/2023), jumlah korban yang sudah berhasil terhimpun sebanyak 27 orang. Adapun, total kerugian ditaksir lebih dari Rp 3 miliar.
Ke-27 korban ini terperangkap dalam praktik penipuan yang dilakukan penipu lewat aplikasi kencan, mirip dengan kisah di film dokumenter Netflix, The Tinder Swindler.
Penipuan ini membuat para korbannya tidak hanya membuat rugi soal uang, tetapi juga urusan perasaan.
Salah seorang korban berinisial TY mengatakan, para korban yang telah berjejaring pernah mencocokkan suara penipu mereka satu sama lain berdasarkan kiriman voice note.
Hasilnya, ada yang suara yang sama persis, ada pula yang tidak.
Baca juga: Baru 2 Korban Laporkan Kasus Tinder Swindler versi Indonesia, Polisi: Kemungkinan Bisa Lebih
"Kami pernah saling tukar voice note si pelaku. Hasilnya, seenggaknya ada tiga suara yang berbeda," ujar TY dalam wawancara khusus dengan Kompas.com, Rabu (15/7/2023).
"Jadi misalnya korban A, B, dan C itu suara pelakunya sama. Lalu, korban, D, E, dan F suara pelakunya beda lagi,” lanjut dia.
Kendati suaranya berbeda, modus para pelaku dalam melancarkan penipuan cenderung sama, yakni dengan berupaya untuk membangun kepercayaan dengan korbannya.
Salah satu cara membangun kepercayaan adalah memborbardir korban dengan kata-kata manis, memberikan perhatian yang tidak berlebihan, hingga bersikap seolah-olah simpati dengan kehidupan korban.
Setelah kepercayaan terbangun, barulah pelaku menawari korban untuk berbisnis di sebuah website jual beli daring yang ternyata bikinan pelaku.
Baca juga: Polisi Sebut Pelaku Kasus Tinder Swindler Indonesia Berada di Luar Negeri
“Cara mereka mengajak bisnis itu juga santai saja, enggak menekan-nekan. Kalau enggak bisa sekarang, ya take your time, gitu. Makanya, itulah yang membuat kami enggak curiga,” ujar TY.
TY mengungkapkan, kebanyakan para korban memiliki latar belakang yang sama, yakni single mom, mapan secara finansial, serta hendak mencari pasangan hidup.
“Kebanyakan dari kami statusnya bercerai dan memiliki permasalahan hidup sehingga butuh seseorang untuk bercerita,” ujar TY.
Oleh sebab itu, kasus penipuan ini cukup memberatkan mental dan pikiran beberapa korban. Karena, mereka sebenarnya hanya ingin membangun kehidupan rumah tangga yang baru usai mengalami kegagalan.