TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Devnie meyakini polusi udara di wilayah administrasinya bukan disebabkan oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara.
Alasannya, karena keberadaan PLTU yang terletak di Kabupaten Tangerang dan Cilegon itu cukup jauh dari Tangerang Selatan.
"Saya agak ragu soal penyebab polusi udara karena PLTU karena jaraknya jauh. Yang terdekat PLTU yang di Mauk (Kabupaten Tangerang) itu jaraknya mungkin 30 km, apalagi yang di Suralaya (Cilegon) itu bisa 70 sampai 80 km," ucap Benyamin kepada wartawan di Puspemkot Tangsel, Kamis (24/8/2023).
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Tak Layak Hirup Juga Disebabkan 16 PLTU di Sekitarnya, Ini Penjelasannya
Di samping itu, Benyamin mempertanyakan daerah Sepatan, Kabupaten Tangerang itu tak terdampak polusi.
Padahal, jika dibandingkan Tangsel, Sepatan lebih dekat dari lokasi PLTU.
"Kalau memang dari sana (PLTU Mauk dan Suralaya) dan Tangsel yang kena (dampak polusi). Kenapa daerah Sepatan, Kabupaten Tangerang bagian utara, enggak kena?," kata Benyamin mempertanyakan.
"Jadi saya agak kurang yakin," tambah dia.
Mengutip laporan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangerang Selatan, Benyamin mengatakan penyebab utama polusi udara itu karena emisi gas kendaraan bermotor.
Kemudian, aktivitas pembakaran sampah sembarangan.
"Kalau informasi DLH memang terbanyak dari kendaraan. Kemudian ada juga dari pembakaran sampah. Itu juga jadi salah satu penyumbang. Dan selama ini juga enggak ada pencemaran industri," ucap dia.
Faktor arah angin
Setidaknya ada 16 PLTU berbasis batu bara yang berada tak jauh dari wilayah Jabodetabek.
Menurut sebarannya, sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan enam PLTU di Jawa Barat.
Kepala Divisi Pengendali Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah menjelaskan, keberadaan PLTU turut berkontribusi terhadap polusi udara Jakarta dan sekitarnya karena beberapa faktor.
"Kualitas udara di suatu daerah itu selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar udara, juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologis dan geografis," ucap Fajri kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).
Baca juga: Ridwan Kamil: Dari Kajian, PLTU Sumbang 25 Persen Polusi Udara
Dalam hal ini, kondisi meteorologis dan geografis yang dimaksud adalah arah angin, kecepatan angin, tinggi dataran, kelembaban, dan seterusnya.
Hal itu tak bisa lepas dari kontribusi polusi udara di Jakarta.
Faktor tersebut, kata Fajri, diakui dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 175 Ayat (3).
Beleid itu, kata Fajri, mengatur penentuan wilayah perlindungan dan pengelolaan mutu udara disusun berdasarkan kesamaan karakteristik bentang alam, kondisi iklim, dan meteorologi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.