JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara di Jakarta secara konsisten menempati posisi kota dengan polusi udara terparah di dunia dalam beberapa waktu terakhir.
DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk nomor dua di dunia hari ini, Selasa (15/8/2023) pagi. Tak berbeda jauh, Jakarta menempati posisi keenam sebagai kota paling berpolusi di dunia berdasarkan data IQAir sore ini.
Selain padatnya kendaraan bermotor, keberadaan industri dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara tidak bisa diabaikan sebagai kontributor emisi di Jakarta dan sekitar.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Pakar Minta Heru Budi Keluarkan Imbauan Wajib Masker
Setidaknya ada 16 PLTU berbasis batu bara yang berada tak jauh dari Jakarta. Menurut sebarannya, sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan enam PLTU di Jawa Barat.
Kepala Divisi Pengendali Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah menjelaskan, keberadaan PLTU turut berkontribusi terhadap polusi udara Jakarta karena beberapa faktor.
"Kualitas udara di suatu daerah itu selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar udara, juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologis dan geografis," ucap Fajri kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).
Dalam hal ini, kondisi meteorologis dan geografis yang dimaksud adalah arah angin, kecepatan angin, tinggi dataran, kelembaban, dan seterusnya. Hal itu tak bisa lepas dari kontribusi polusi udara di Jakarta.
Baca juga: Menanti Langkah Konkret Pemerintah Perbaiki Kualitas Udara di Jabodetabek, Jangan Sekadar Janji
Faktor tersebut, kata Fajri, diakui dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 175 Ayat (3).
Beleid itu, kata Fajri, mengatur penentuan wilayah perlindungan dan pengelolaan mutu udara disusun berdasarkan kesamaan karakteristik bentang alam, kondisi iklim, dan meteorologi.
Ketentuan itu juga tertuang PP Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Pasal 6 Ayat (1) yang mengatur penetapan status mutu udara ambien dilakukan salah satunya berdasarkan pada kondisi meteorologis dan geografis.
"Apalagi sumber pencemar tidak bergerak seperti industri dan pembangkit listrik yang biasanya menggunakan cerobong tinggi untuk buang emisi," kata Fajri.
Baca juga: Dari Pengemudi Ojol sampai Jokowi Terkena Dampak Buruknya Polusi Udara Jabodetabek
Adapun tujuan penggunaan cerobong itu, kata Fajri, untuk menyebarkan emisi agar tidak terpusat di area dekat pembangkit atau industri tersebut.
"Emisi yang tersebar itu bukan hilang, tapi terbawa ke banyak arah tergantung kondisi meteorologis dan geografis tadi," ungkap Fajri.
"Bahkan bisa terbawa ke tempat yang jaraknya di atas 100 kilomter dari posisi cerobong tersebut," kata dia menambahkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.