Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Udara Jakarta Tak Layak Hirup Juga Disebabkan 16 PLTU di Sekitarnya, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 15/08/2023, 15:36 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara di Jakarta secara konsisten menempati posisi kota dengan polusi udara terparah di dunia dalam beberapa waktu terakhir.

DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk nomor dua di dunia hari ini, Selasa (15/8/2023) pagi. Tak berbeda jauh, Jakarta menempati posisi keenam sebagai kota paling berpolusi di dunia berdasarkan data IQAir sore ini.

Selain padatnya kendaraan bermotor, keberadaan industri dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara tidak bisa diabaikan sebagai kontributor emisi di Jakarta dan sekitar.

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Pakar Minta Heru Budi Keluarkan Imbauan Wajib Masker

Setidaknya ada 16 PLTU berbasis batu bara yang berada tak jauh dari Jakarta. Menurut sebarannya, sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan enam PLTU di Jawa Barat.

Kepala Divisi Pengendali Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah menjelaskan, keberadaan PLTU turut berkontribusi terhadap polusi udara Jakarta karena beberapa faktor.

"Kualitas udara di suatu daerah itu selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar udara, juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologis dan geografis," ucap Fajri kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).

Dalam hal ini, kondisi meteorologis dan geografis yang dimaksud adalah arah angin, kecepatan angin, tinggi dataran, kelembaban, dan seterusnya. Hal itu tak bisa lepas dari kontribusi polusi udara di Jakarta.

Baca juga: Menanti Langkah Konkret Pemerintah Perbaiki Kualitas Udara di Jabodetabek, Jangan Sekadar Janji

Faktor tersebut, kata Fajri, diakui dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 175 Ayat (3).

Beleid itu, kata Fajri, mengatur penentuan wilayah perlindungan dan pengelolaan mutu udara disusun berdasarkan kesamaan karakteristik bentang alam, kondisi iklim, dan meteorologi.

Ketentuan itu juga tertuang PP Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Pasal 6 Ayat (1) yang mengatur penetapan status mutu udara ambien dilakukan salah satunya berdasarkan pada kondisi meteorologis dan geografis.

"Apalagi sumber pencemar tidak bergerak seperti industri dan pembangkit listrik yang biasanya menggunakan cerobong tinggi untuk buang emisi," kata Fajri.

Baca juga: Dari Pengemudi Ojol sampai Jokowi Terkena Dampak Buruknya Polusi Udara Jabodetabek

Adapun tujuan penggunaan cerobong itu, kata Fajri, untuk menyebarkan emisi agar tidak terpusat di area dekat pembangkit atau industri tersebut.

"Emisi yang tersebar itu bukan hilang, tapi terbawa ke banyak arah tergantung kondisi meteorologis dan geografis tadi," ungkap Fajri.

"Bahkan bisa terbawa ke tempat yang jaraknya di atas 100 kilomter dari posisi cerobong tersebut," kata dia menambahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com