JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengungkapkan, pihaknya akan menutup permanen pabrik arang di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Penutupan dilakukan apabila pabrik tersebut tidak berusaha untuk tidak mencemari lingkungan dan tidak mengikuti regulasi yang ada. Adapun LH memberi jangka waktu hingga Kamis (31/8/2023) besok.
"Kami sedang menyusun langkah-langkah supaya pabrik itu tetap berusaha tidak mencemari lagi dan kalau dia tidak memenuhi semua kriteria, semua regulasi yang ada, mau tidak mau tidak kami tutup," jelas Asep kepada wartawan di Hotel Ayana, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).
Baca juga: Atasi Polusi, Pemprov DKI Wajibkan Pabrik Pasang Scrubber di Cerobong Asap
Namun, besar kemungkinan pabrik arang tersebut akan ditutup. Sebab, kata Asep, izin perusahaan bersangkutan tidak ada dan berdampak banyak dalam mencemari lingkungan.
"Laporan dari aparatur kecamatan itu sudah banyak komplain dari masyarakat sekitar. Makanya kami harapkan seluruh industri, baik industri rumah tangga maupun industri besar, dapat mengikuti sesuai dengan prosedur yang ada," tutur Asep.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur menutup dua pabrik pembuatan arang di Jalan Anggrek, Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (24/8/2023).
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakarta Timur, Eko Gumelar mengatakan, mereka mendapat laporan dari warga yang mengeluhkan pabrik tersebut mencemarkan udara di sekitar.
Baca juga: Satu Perumahan di Sindang Jaya Dikelilingi Asap, Camat Diperintahkan Sidak Petani Pembakar Jerami
"Kami langsung melakukan (penutupan) pabrik (pembuatan) arang karena melakukan pencemaran asap ke lingkungan warga," ujar Eko dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/8/2023) lalu.
Eko mengemukakan, penutupan pabrik pembuatan arang itu melibatkan Satpol PP dan Satuan Petugas Penindakkan Hukum Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup.
Kini, pabrik arang itu telah ditutup dan disegel menggunakan spanduk agar tak lagi beroperasi hingga menimbulkan polusi.
"Jika masih melakukan hal yang sama akan dikenakan sanksi penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 dari Kementerian Lingkungan Hidup tentang pengelolaan sampah,” ucap Eko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.