JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti kebingungan saat masalah polusi udara ini semakin memburuk dan diprotes banyak kalangan.
Tidak sedikit masyarakat yang terjangkit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat buruknya kualitas udara. Bahkan, Presiden Joko Widodo sampai batuk-batuk selama beberapa minggu.
Situasi udara Ibu Kota yang memburuk dan mengorbankan kesehatan ini memunculkan respons buru-buru dari Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono beserta jajarannya.
Baca juga: Jalanan Jakarta Disemprot untuk Atasi Polusi, Dokter: Malah Memperbanyak Partikel di Udara
Sayangnya, kualitas udara di Jakarta tak kunjung membaik dengan serangkaian kebijakan jangka pendek Pemprov DKI. Berdasarkan lama IQ Air, indeks kualitas udara Jakarta masih tak sehat.
Pemprov DKI Jakarta diketahui sudah memberlakukan work from home (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara (ASN) selama hampir dua pekan atau sejak 21 Agustus 2023.
Kenyataannya, kualitas udara di Jakarta tetap buruk meski sebagian ASN DKI Jakarta sudah bekerja dari rumah (WFH) sejak kebijakan itu dimulai.
Sejak kebijakan itu diberlakukan, indeks kualitas udara Jakarta yang tercatat situs IQAir tak pernah di bawah 140 yang artinya tidak sehat. Indeks ini bahkan terus mengalami kenaikan hingga 161 pada Kamis (31/8/2023).
Baca juga: Kemenkes Minta Masyarakat Tak Anggap Enteng Polusi Udara di Jakarta
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Asep Kuswanto sebelumnya mengakui, kebijakan WFH tak berdampak signifikan menurunkan kualitas udara.
Asep berdalih, jumlah ASN DKI kalah banyak dibandingkan ASN kementerian/lembaga dan karyawan swasta yang tidak WFH. Pemprov DKI melobi perusahaan swasta untuk ikut terapkan WFH, namun belum ada keputusan jelas hingga saat ini.
Tak sampai di situ, Heru mengerahkan 20 unit mobil pemadam kebakaran untuk melakukan penyemprotan di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota demi mengurangi polusi udara sejak Kamis (24/8/2023).
Sejumlah kalangan justru geleng-geleng dengan kebijakan ini. Penyemprotan itu justru bisa meningkatkan particulate matter (PM) 2.5 yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan.
Baca juga: Pemprov DKI Mulai Beri Sanksi Pabrik Penyumbang Udara Kotor di Jakarta, Siapa Berikutnya?
Hal ini diungkapkan Dokter Spesialis Paru Divisi Paru Kerja dan Lingkungan Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-Pusat Respirasi Nasional RS Persahabatan, dr Efriadi Ismail.
"Ada partikel ketika disemprot, akan melambung ke udara dan malah memperbanyak jumlah partikel yang ada," kata dia.
Kata dia, PM 2.5 nantinya terus meningkat, lalu terhirup oleh orang yang berada di sekitarnya. Terutama pada kelompok sensitif yang bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional Edvin Aldrian mengatakan, penyemprotan air ke jalan raya kurang efektif untuk mengatasi polusi udara di Jakarta apabila tidak dilakukan secara massif dengan durasi panjang.
Baca juga: Pemkot Jakarta Barat Beri Sanksi ke Pabrik Beton yang Cemari Udara