Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Kebijakan "Buru-buru" Pemprov DKI yang Tak Kunjung Ada Hasil untuk Atasi Polusi Udara Jakarta

Kompas.com - 01/09/2023, 07:30 WIB
Larissa Huda

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti kebingungan saat masalah polusi udara ini semakin memburuk dan diprotes banyak kalangan.

Tidak sedikit masyarakat yang terjangkit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat buruknya kualitas udara. Bahkan, Presiden Joko Widodo sampai batuk-batuk selama beberapa minggu.

Situasi udara Ibu Kota yang memburuk dan mengorbankan kesehatan ini memunculkan respons buru-buru dari Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono beserta jajarannya.

Baca juga: Jalanan Jakarta Disemprot untuk Atasi Polusi, Dokter: Malah Memperbanyak Partikel di Udara

Sayangnya, kualitas udara di Jakarta tak kunjung membaik dengan serangkaian kebijakan jangka pendek Pemprov DKI. Berdasarkan lama IQ Air, indeks kualitas udara Jakarta masih tak sehat.

Work from home

Pemprov DKI Jakarta diketahui sudah memberlakukan work from home (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara (ASN) selama hampir dua pekan atau sejak 21 Agustus 2023.

Kenyataannya, kualitas udara di Jakarta tetap buruk meski sebagian ASN DKI Jakarta sudah bekerja dari rumah (WFH) sejak kebijakan itu dimulai.

Sejak kebijakan itu diberlakukan, indeks kualitas udara Jakarta yang tercatat situs IQAir tak pernah di bawah 140 yang artinya tidak sehat. Indeks ini bahkan terus mengalami kenaikan hingga 161 pada Kamis (31/8/2023).

Baca juga: Kemenkes Minta Masyarakat Tak Anggap Enteng Polusi Udara di Jakarta

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Asep Kuswanto sebelumnya mengakui, kebijakan WFH tak berdampak signifikan menurunkan kualitas udara.

Asep berdalih, jumlah ASN DKI kalah banyak dibandingkan ASN kementerian/lembaga dan karyawan swasta yang tidak WFH. Pemprov DKI melobi perusahaan swasta untuk ikut terapkan WFH, namun belum ada keputusan jelas hingga saat ini.

Siram jalan

Tak sampai di situ, Heru mengerahkan 20 unit mobil pemadam kebakaran untuk melakukan penyemprotan di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota demi mengurangi polusi udara sejak Kamis (24/8/2023).

Sejumlah kalangan justru geleng-geleng dengan kebijakan ini. Penyemprotan itu justru bisa meningkatkan particulate matter (PM) 2.5 yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan.

Baca juga: Pemprov DKI Mulai Beri Sanksi Pabrik Penyumbang Udara Kotor di Jakarta, Siapa Berikutnya?

Hal ini diungkapkan Dokter Spesialis Paru Divisi Paru Kerja dan Lingkungan Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-Pusat Respirasi Nasional RS Persahabatan, dr Efriadi Ismail.

"Ada partikel ketika disemprot, akan melambung ke udara dan malah memperbanyak jumlah partikel yang ada," kata dia.

Kata dia, PM 2.5 nantinya terus meningkat, lalu terhirup oleh orang yang berada di sekitarnya. Terutama pada kelompok sensitif yang bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional Edvin Aldrian mengatakan, penyemprotan air ke jalan raya kurang efektif untuk mengatasi polusi udara di Jakarta apabila tidak dilakukan secara massif dengan durasi panjang.

Baca juga: Pemkot Jakarta Barat Beri Sanksi ke Pabrik Beton yang Cemari Udara

Halaman:


Terkini Lainnya

Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk

Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk

Megapolitan
Pemprov DKI Ingatkan ASN Jaga Komitmen Antikorupsi

Pemprov DKI Ingatkan ASN Jaga Komitmen Antikorupsi

Megapolitan
Masuk Bursa Calon Gubernur Sumatera Utara, Ahok Dijauhkan dari Pilkada Jakarta?

Masuk Bursa Calon Gubernur Sumatera Utara, Ahok Dijauhkan dari Pilkada Jakarta?

Megapolitan
Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI: Ini Skenario Besar Pelemahan Demokrasi

Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI: Ini Skenario Besar Pelemahan Demokrasi

Megapolitan
Motor Tertemper KRL di Jalur Depok-Citayam, Evakuasi Lama karena Motor Nyangkut

Motor Tertemper KRL di Jalur Depok-Citayam, Evakuasi Lama karena Motor Nyangkut

Megapolitan
Dirjen Hubla Imbau Wisatawan yang Hendak Berlayar ke Kepulauan Seribu Pastikan Keamanan Kapal

Dirjen Hubla Imbau Wisatawan yang Hendak Berlayar ke Kepulauan Seribu Pastikan Keamanan Kapal

Megapolitan
Kisah Agus, Lansia Pengangkut Sampah yang Hanya Terima Rp 500 dari Satu Rumah Setiap Harinya

Kisah Agus, Lansia Pengangkut Sampah yang Hanya Terima Rp 500 dari Satu Rumah Setiap Harinya

Megapolitan
Caleg PKS di Aceh Tamiang yang Terlibat Kasus Narkoba Berstatus Buronan sejak Maret 2024

Caleg PKS di Aceh Tamiang yang Terlibat Kasus Narkoba Berstatus Buronan sejak Maret 2024

Megapolitan
Jalani Rehabilitasi, Tiga ASN Ternate Tak Ditahan meski Jadi Tersangka Kasus Narkoba

Jalani Rehabilitasi, Tiga ASN Ternate Tak Ditahan meski Jadi Tersangka Kasus Narkoba

Megapolitan
Cegah Kecelakaan Kapal, Dirjen Hubla Kemenhub Minta Nakhoda Tak Nekat Berlayar jika Cuaca Buruk

Cegah Kecelakaan Kapal, Dirjen Hubla Kemenhub Minta Nakhoda Tak Nekat Berlayar jika Cuaca Buruk

Megapolitan
Demo Tolak UU Penyiaran, Massa Berkumpul di Depan Gedung DPR

Demo Tolak UU Penyiaran, Massa Berkumpul di Depan Gedung DPR

Megapolitan
Kemenhub Tak Akan Keluarkan Izin Kapal Berlayar jika Cuaca Buruk

Kemenhub Tak Akan Keluarkan Izin Kapal Berlayar jika Cuaca Buruk

Megapolitan
Caleg PKS di Aceh yang Terlibat Kasus Narkoba Ditangkap Saat Berbelanja Baju

Caleg PKS di Aceh yang Terlibat Kasus Narkoba Ditangkap Saat Berbelanja Baju

Megapolitan
Berawal dari Kunjungan ke PAN, Supian Suri Dilaporkan ke Bawaslu Diduga Melanggar Netralitas ASN

Berawal dari Kunjungan ke PAN, Supian Suri Dilaporkan ke Bawaslu Diduga Melanggar Netralitas ASN

Megapolitan
296 Personel Gabungan TNI-Polri Dikerahkan Kawal Unjuk Rasa Revisi UU Penyiaran di DPR

296 Personel Gabungan TNI-Polri Dikerahkan Kawal Unjuk Rasa Revisi UU Penyiaran di DPR

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com