JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Siti Aminah Tardi, heran mengapa kepolisian membiarkan tidak menahan Nando (25) usai dilaporkan istrinya, Mega Suryani Dewi (24), atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Akibatnya, Mega masih terus mengalami kekerasan dan berujung tewas dibunuh suaminya sendiri di rumah kontrakannya, di Jalan Cikedokan, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Kamis (7/9/2023.
"Bagaimana (bisa) memberikan perlindungan bagi korban KDRT jika suaminya masih tinggal bersama? Bagaimana membatasi ruang gerak pelaku jika tidak dilakukan penahanan," ucap Siti kepada Kompas.com, Rabu (13/9/2023).
Berdasarkan keterangan kakak korban, Mega pernah melaporkan KDRT yang dilakukan suaminya ke Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Metro Bekasi.
Namun, kasusnya dihentikan kepolisian lantaran tuduhannya disangkal pelaku. Kala itu, Nando menyatakan bahwa ia dan MSD sudah kembali tinggal satu rumah.
Dalam kasus ini, ucap Siti, seharusnya polisi memberikan hak perlindungan sementara dan pembatasan ruang gerak pelaku.
Hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 20223 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Dalam Pasal 16 ayat (1) , kata Siti, polisi wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan KDRT.
Beleid itu juga menyebutkan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Untuk memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan pembimbing rohani untuk mendampingi korban.
"Dari pemberitaan juga kepolisian tidak merujuk atau bekerjasama dengan pendamping, baik untuk perintah perlindungan sementara maupun untuk memberikan pedampingan pada korban," ujar Siti.
Baca juga: Istri yang Digorok Suami di Bekasi Dikabarkan Hamil, Kakak Korban: Itu Berita Bohong
Menurut Siti, mekanisme kerja kolaboratif untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan menjadi kunci agar kasus KDRT tidak berakhir menjadi femisida.
Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya.
"Didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik," ucap Siti.
Agar tidak kekerasan tidak berujung femisida, korban seharusnya ditempatkan di shelter, diberikan penguatan, dhindari dari penganiayaan yang lebih buruk atau pembunuhan.
Baca juga: Ibu Muda di Bekasi Pernah Dianiaya Sebelum Dibunuh Suami, Warga: Dia Menangis Lama, Minta Tolong