KRISIS air bersih sedang terjadi di sejumlah wilayah di Jakarta (Kompas, 20/9/2023). Air Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya) tidak mengalir secara maksimal ke rumah warga.
Air tanah sebagai alternatif sumber air bagi warga Jakarta juga tidak optimal, sering berwarna kuning dan terasa asin. Meski PAM Jaya rutin memberikan bantuan air bersih.
Kepala Pengawas Instalasi Pengolahan Air (IPA) Hutan Kota Penjaringan Jun mengatakan, musim kemarau di Jakarta berimbas berkuranganya debit air bersih PAM Jaya. Akibatnya, sejumlah wilayah di Jakarata mengalami krisis air bersih.
Jun menuturkan, salah satu penyebab air PAM Jaya tidak mengalir ialah IPA Hutan Kota Penjaringan, Jakarta Utara, berhenti beroperasi.
IPA merupakan salah satu pemasok air bersih ke PAM Jaya. Sejak 8 September 2023, IPA berhenti berproduksi air bersih.
Selain karena musim kemarau, Kanal Banjir Barat (KBB) yang menjadi bahan baku IPA memiliki kadar garam (salinitas) tinggi dan tidak memenuhi standar kualitas kesehatan.
Terkait penyebab tingginya kadar garam, menurut Jun, pada musim kemarau kali ini, KBB tidak mendapat aliran air dari Bogor yang memang sudah mengering di tingkat dasar sejak dari Bendungan Katulampa di Kota Bogor.
Oleh karena itu, komposisi air KBB lebih banyak bersumber dari aliran air laut Muara Angke. Ia mengaku tidak tahu kapan TPA Hutan Kota Penjaringan akan menyuplai kembali air yang layak ke PAM Jaya.
Adapun kejadian serupa pernah terjadi pada 2018. Saat itu pihaknya berhenti menyuplai selama delapan bulan.
Selain Kalideras, beberapa wilayah Jakarta yang terdampak ialah Penjaringan, Pluit, Pejagalan, Kapuk, Rawa Buaya, Pegadungan, Kapuk Muara, Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Tegal Alur, dan Duri Kosambi.
Banyaknya wilayah di Jabodetabek yang mengalami krisis air bersih seharusnya bisa meningkatkan kesadaran warga masyarakat atas pentingnya mencegah pemborosan air. Ketika sumur mengering atau sumber air tercemar, baru terlihat betapa berharganya setetes air.
Pemerintah perlu berupaya lebih keras lagi untuk memenuhi fasilitas air bersih perpipaan.
Pendekatan daerah aliran sungai (DAS) adalah pendekatan yang sangat tepat dalam menanggulangi banjir dan kekeringan di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
DAS Ciliwiung dan 12 DAS lainnya yang bermuara di Jakarta tidak membutuhkan batas administratif atau batas kewilayahan suatu daerah karena sebagai tampungan air hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air di atasnya pasti akan mengalir kesungai dan pada akhirnya bermuara ke laut.
Perlu perhatian pada daerah hulu, tengah, hilir dan daerah tangkapan airnya di hulu.
Untuk mengetahui suatu DAS disebut baik atau sehat, perlu dipahami parameter ilmiah para ahli yang telah diuji kesahihnya dan dituangkan dalam regulasi dan peraturan perundangan.
DAS yang dapat mengakibatkan banjir atau kekeringan apabila rasio (perbandingan) debit air maksimun pada musim hujan dan debit air minimum pada musim kemarau angkanya lebih besar 40.
Sementara itu, dalam UU no. 41/1999 tentang kehutanan pasal 18 ayat (2) yang disempurnakan melalui UU Cipta Kerja tahun 2020 bidang kehutanan menegaskan bahwa kawasan hutan yang dipertahankan untuk kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan (forest coverage) secara minimal dari luas DAS dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional berdasarkan biogeofisik; daya dukung dan daya tampung lingkungan; karakteristik DAS; dan keragaman flora dan faunanya.
DAS hulu Ciliwung merupakan Kawasan Strategis Nasional dan sekaligus sebagai kawasan lindung. Penetapan ini tertuang dalam PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional.
Kawasan lindung (selain kawasan bergambut dan kawasan resapan air) yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya adalah kawasan hutan lindung.