Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelarangan "Social Commerce" Tuai Pro-Kontra, Konsumen: Seharusnya Pemerintah Beri Edukasi Pemasaran untuk Pedagang

Kompas.com - 27/09/2023, 21:36 WIB
Xena Olivia,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelarangan penjualan daring melalui aplikasi social commerce Tiktok Shop menuai pro-kontra di kalangan konsumen.

Sejumlah konsumen menganggap pelarangan itu tak efektif. Sebab, ketimbang melarang sistem berdagang via siaran langsung, lebih baik Pemerintah memberikan pelatihan kepada para pedagang konvensional terkait strategi pemasaran.

Salah satu konsumen bernama Rico (22) menyebut permasalahan terkait sepinya Pasar Tanah Abang bukan berada pada aplikasi itu sendiri. Melainkan, perkembangan zaman dan teknologi.

Baca juga: Pro-Kontra Pelarangan Social Commerce, Tidak Akan Kembalikan Pembeli di Tanah Abang

“Di mana ya kalau dilihat itu (perkembangan zaman dan teknologi) bukan masalah. Kasihan pedagang, cuma mereka enggak ada pilihan lagi. Mereka harus pikirkan cara promosi dan kreatif untuk pemasaran,” tutur Rico kepada Kompas.com saat dihubungi, Rabu (27/9/2023).

“Karena memang sekarang sudah eranya digital, yang konvensional harus menyesuaikan,” sambung dia.

Hal senada juga disampaikan Elias (27). Menurut dia, Pemerintah harus membekali para pedagang, khususnya yang di Pasar Tanah Abang, dengan edukasi strategi pemasaran agar bisa memberdayakan UMKM secara lebih lanjut.

Baca juga: Saat Konsumen Tak Setuju Larangan Jualan di Social Commerce: Rugikan UMKM dan Pedagang Kecil yang Tengah Merintis

“Balik lagi, mereka (Pemerintah) yang gembar-gembor bilang harus memberdayakan UMKM produk lokal,” ujar Elias ketika dihubungi Kompas.com.

“Kalau enggak dikasih pelatihan buat apa? Sudah pasti kalah. Sama pesaing online yang menjual produk lokal saja kalah, apalagi yang produk luar negeri (impor),” imbuh dia.

Hanna (28) memiliki pendapat berbeda. Meski dia tak sepenuhnya setuju terkait pelarangan Tiktok Shop, Hannya berharap Pemerintah segera memberikan solusi bagi para pedagang untuk bisa menjajakan dagangannya dengan lebih baik.

“Kalau aku memposisikan diri jadi pedagang di Tanah Abang, yang aku butuhin bukan pelatihan. Tapi, dagangan aku kejual,” celetuk Hanna.

“Aku takut kalau relokasi bukan jawaban, soalnya pasti biaya tenant lebih mahal dan lain-lain,” sambung dia.

Menurut Hanna, penting agar solusi itu segera dicari. Sekali pun harus relokasi, Pemerintah harus memikirkan biaya sewa yang tetap terjangkau bagi para pedagang, tapi juga mempermudah akses bagi pelanggan.

“Tempat nyaman buat pedagang, tapi juga mudah aksesnya bagi pelanggan,” tutur Hanna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com