JAKARTA, KOMPAS.com- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta sekolah, termasuk di DKI Jakarta, untuk membatasi akses siswa terhadap media sosial.
Permintaan itu buntut adanya kasus anak SD menyayat tangan sendiri yang diduga akibat terpengaruh konten di media sosial TikTok.
"Kami merekomendasikan sekolah perlu membatasi atau melarang, anak anak mengakses media sosial. Saya pikir perlu. Khususnya di jam belajar," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim saat dihubungi, Sabtu (7/10/2023).
"Meski para siswa leluasa mengakses media sosial di rumah, tepi setidaknya di jam belajar sekolah itu khusus untuk media sosial itu dibatasi," sambungnya.
Baca juga: Ada Tren Sayat Tangan, Perhimpunan Guru Ingatkan Sekolah di Jakarta Perhatikan Perilaku Siswa
Satriwan mengatakan, pembatasan media sosial untuk meminimalisir potensi siswa meniru konten negatif yang ada di media sosial.
"Kemudian yang kedua sekolah harus memiliki sistem pendeteksi dini terkait perilaku menyimpang dan potensi kekerasan," kata Satriwan.
Satriwan sebelumnya menyebut semua dinas pendidikan (Disdik), termasuk DKI Jakarta mendorong guru untuk memperhatikan perilaku anak didik di sekolah.
"Kami berharap dan mendorong semua dinas pendidikan untuk mendeteksi juga potensi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak kita," ujar Satriwan.
Satriwan tak menampik perkembangan media sosial sangat berdampak pada anak-anak. Terlebih media sosial ini dapat mudah diakses, tak terkecuali oleh anak-anak.
Baca juga: Ada Fenomena Siswa Sayat Tangan, Orangtua Minta Kemenkominfo Blokir Konten Berbau Kekerasan
"Ini menunjukkan dampak negatif terkait dengan konten media sosial yang bisa diakses oleh anak secara meluas gitu termasuk juga di jam jam sekolah. Itu salah satu faktornya," ucap Satriwan.
Satriwan menambahkan, pencegahan juga bisa dilakukan pihak sekolah dengan cara melarang mengakses media sosial, khususnya pada saat jam belajar.
"Berdasarkan masalah itu, kami merekomendasikan pertama rasanya sekolah perlu melarang, anak anak mengakses media sosial. Saya pikir perlu. Khususnya di jam belajar," ucap Satriwan.
Untuk diketahui, kasus bocah SD yang nekat menyayat tangan sendiri itu terjadi di Kecamatan Situbondo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Setidaknya ada 11 anak SD Dawuhan 2 yang melakukan itu akibat terpengaruh konten media sosial.
Baca juga: Cara Orangtua Cegah Anaknya Terpengaruh Konten Sayat Tangan, Cek HP Berkala
Mereka melukai lengannya menggunakan alat kesehatan (alkes) untuk cek GDA stick yang dijual pedagang di sekitaran sekolah.
Terungkapnya, aksi siswa kelas IV hingga VI ini diketahui para guru sekolahnya yang melihat tangan siswanya penuh luka goresan di lengan.
Guru sekolah kemudian melapor ke pihak kepala sekolah dan memeriksa seluruh siswa. Mereka kemudian menemukan belasan anak didiknya dengan tangan penuh luka goresan.
"Saat itu juga kita langsung memberikan pembinaan dan memanggil orang tua siswa masing-masing ke sekolah," ujar kepala sekolah SD di Situbondo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.