JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, tuntutan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kasus pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan adalah sesuatu yang berlebihan.
Ia menilai, kritik terhadap pejabat publik tidak bisa serta merta diinterpretasikan sebagai pencemaran nama baik.
"Ya sepanjang terhadap pejabat publik, tidak ada istilah dicemarkan karena dengan power-nya, bisa membuat klarifikasi yang merata. Karena itu tuntutan terhadap Haris dan Fatia lebay (berlebihan)," ujar Fickar dalam pesan singkatnya kepada Kompas.com, Selasa (14/11/2023).
Bagi Abdul, tuntutan hukuman penjara terhadap Haris dan Fatia perlu disikapi serius.
Sebab, menurut dia, apa yang terjadi pada aktivis hak asasi manusia (HAM) itu adalah bentuk kemunduran demokrasi.
"Ya jelas, ini kemunduran demokrasi. Kemunduran kebebasan berpendapat," kata dia.
Menurut dia, sudah jadi konsekuensi bagi pejabat publik yang hak-haknya dibayar oleh negara, apabila dikritik oleh rakyatnya.
Terlebih, tidak semua warga negara mengenal pejabat publiknya.
Baca juga: Saat Haris-Fatia Dituntut Hukuman Penjara Buntut Kasus Lord Luhut...
"Jika orangnya merasa dicemarkan nama baiknya, maka itu tidak beralasan, karena belum tentu orang tersebut (termasuk Haris dan Fatia) mengenal pejabat publik tersebut," kata Abdul.
"Jadi, jika merasa dicemarkan, harus ditempatkan berkaitan dengan jabatannya. Karena itu, tuntutan tersebut menjadi lucu dan tidak relevan," tutur dia lagi.
Haris Azhar dan rekannya, Fatia, dituntut oleh JPU masing-masing empat tahun penjara dan 3,5 tahun penjara.
JPU menganggap mereka berdua secara meyakinkan dan bersalah karena mencemarkan nama baik Luhut.
Kasus ini berawal dari podcast di Youtube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".
Dalam video tersebut, Haris dan Fatia menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.