Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggaran Menu Cegah "Stunting" Rp 4,4 Miliar Hanya untuk Tahu, Dinkes Depok: Ada Biaya Lain

Kompas.com - 16/11/2023, 05:01 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Anggaran program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk mencegah stunting di Kota Depok senilai Rp 4,4 miliar menjadi sorotan.

Sebab, dengan anggaran tersebut, menu PMT yang disajikan berupa tahu kukus, otak-otak, dan kuah sup.

Padahal, menurut Dinas Kesehatan Kota Depok, anggaran PMT untuk satu bayi adalah Rp 18.000 per hari dengan masa program 28 hari.

"Anggarannya dari DID ya, dari APBN, Dana Insentif Daerah tahun 2023, biaya per anaknya Rp 18.000 per balita per hari," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Jawa Barat Mary Liziawati kepada wartawan di Depok, Rabu (15/11/2023).

Baca juga: Foto Viral Menu Pencegah Stunting di Depok Cuma Tahu-Sawi, padahal Anggarannya Rp 4,4 Miliar

Targetnya adalah 9.882 balita di Kota Depok.

Mary menjelaskan, anggaran Rp 18.000 per balita bukan hanya untuk makanan, melainkan untuk keseluruhan barang yang dibelanjakan.

Termasuk biaya untuk kemasan, transportasi, hingga biaya admin aplikasi.

"Ini juga ramai, itu tahu dua biji Rp 18.000, ya kita lihat tahunya itu isinya apa sih? Rp 18.000 ini all in ya, yang sampai ke rumah masing-masing sasaran. Ada biaya pajak, administrasi di aplikasi, transportasi, kemudian kemasan dan lain sebagainya," kata Mary.

Misalnya, untuk menu tahu kukus, menurut Mary, tidak hanya tahu yang disajikan.

Tahu itu sudah dicampur daging ikan dan ayam sesuai takaran kebutuhan protein balita.

"Ini juga ramai, itu tahu dua biji Rp 18.000, ya nanti kita lihat tahunya itu isinya apa sih? Ya tahu goreng bulat dimasak dadakan? Enggak," kata dia.

Baca juga: DKI Dapat Suntikan Dana Rp 13,36 Miliar untuk Atasi Stunting dan Kemiskinan Ekstrem

Untuk kemasan makanan, wadah yang digunakan bukan untuk sekali pakai, melainkan bisa dipakai berulang kali.

Mary mengatakan, harganya tentu lebih mahal dibanding memakai wadah sekali pakai dengan potensi penumpukan sampah.

"Untuk kudapan (PMT) kita tidak ingin Kota Depok menambah jumlah sampah, jadi kita pastikan jangan pakai wadah sekali pakai. Nanti timbunan sampah Kota Depok 9.882 sampah setiap harinya, mau seperti apa?" kata dia.

"Jadi mereka harus menyediakan dua wadah. Satu buat dipakai, kemudian besoknya pakai wadah yang baru, wadah lama dicuci ya. Jadi tidak menimbulkan sampah," imbuh dia.

Kemudian, setiap tujuh hari sekali, balita akan diberi paket makanan lengkap yang bukan hanya kudapan sebagaimana tahu kukus dan bola-bola kentang.

Baca juga: Pj Gubernur Heru Tangani Stunting, Persentase Tengkes di Jakarta Turun

Dengan demikian, butuh wadah yang lebih besar lagi.

Hal-hal seperti inilah yang menurut Mary luput dari perhatian masyarakat hingga membandingkan harga menu PMT dengan anggaran Rp 18.000 tersebut.

"Nanti kalau beli lagi suruh pakai lagi, sudah berapa biayanya kotak begitu, nanti enggak cukup Rp 18.000 untuk bikin makanan lokal. Hal-hal ini yang kadang bikin kita lupa, lihatnya cuma dua tahu Rp 18.000," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Ahok Ingin Reklamasi 17 Pulau di Utara Jakarta Agar Pemprov DKI Bisa Raup Pendapatan Rp 127,5 Triliun

Cerita Ahok Ingin Reklamasi 17 Pulau di Utara Jakarta Agar Pemprov DKI Bisa Raup Pendapatan Rp 127,5 Triliun

Megapolitan
Rayakan HUT Jakarta ke-497, TMII Bagi-bagi Roti Buaya ke Pengunjung

Rayakan HUT Jakarta ke-497, TMII Bagi-bagi Roti Buaya ke Pengunjung

Megapolitan
DPRD DKI Soroti Kemacetan dan Banjir di Jakarta Saat Rapat Paripurna

DPRD DKI Soroti Kemacetan dan Banjir di Jakarta Saat Rapat Paripurna

Megapolitan
Anies dan Ahok Tak Hadiri Rapat Paripurna HUT ke-497 Jakarta

Anies dan Ahok Tak Hadiri Rapat Paripurna HUT ke-497 Jakarta

Megapolitan
Sejarah Pulau Bidadari, Dahulu Tempat Menampung Orang Sakit yang Kini Jadi Destinasi Memesona

Sejarah Pulau Bidadari, Dahulu Tempat Menampung Orang Sakit yang Kini Jadi Destinasi Memesona

Megapolitan
Heru Budi Minta Warga Gunakan Hak Pilihnya pada Pilkada Jakarta 2024

Heru Budi Minta Warga Gunakan Hak Pilihnya pada Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Daftar 34 Ruas Jalan yang Ditutup Saat Jakarta International Marathon

Daftar 34 Ruas Jalan yang Ditutup Saat Jakarta International Marathon

Megapolitan
Ahok Ucapkan Selamat Ultah untuk Jakarta, Ungkit Sosok untuk Mengurus Warga

Ahok Ucapkan Selamat Ultah untuk Jakarta, Ungkit Sosok untuk Mengurus Warga

Megapolitan
Tawuran Pecah di Jatinegara Saat Momen HUT Ke-497 Jakarta

Tawuran Pecah di Jatinegara Saat Momen HUT Ke-497 Jakarta

Megapolitan
Transportasi Massal Lawas di Jakarta yang Kini Telah Punah...

Transportasi Massal Lawas di Jakarta yang Kini Telah Punah...

Megapolitan
Ditanya Soal Kandidat Cagub DKI, Heru Budi: Kandidatnya Bagus, Mudah-mudahan Pilihan Rakyat yang Terbaik

Ditanya Soal Kandidat Cagub DKI, Heru Budi: Kandidatnya Bagus, Mudah-mudahan Pilihan Rakyat yang Terbaik

Megapolitan
Absen Perayaan HUT Jakarta di PRJ Saat Ada Anies Baswedan, Heru Budi: Saya Rapat sampai Malam

Absen Perayaan HUT Jakarta di PRJ Saat Ada Anies Baswedan, Heru Budi: Saya Rapat sampai Malam

Megapolitan
Hari Ini HUT Jakarta, Masuk Monas Gratis hingga ke Museum dan Cawan

Hari Ini HUT Jakarta, Masuk Monas Gratis hingga ke Museum dan Cawan

Megapolitan
Heru Budi: Tahun Ini Ultah Terakhir Jakarta dengan Status Ibu Kota

Heru Budi: Tahun Ini Ultah Terakhir Jakarta dengan Status Ibu Kota

Megapolitan
Kaesang Sebut Dirinya dan Anies Berbeda, Anies: Saya Hormati Pandangan Beliau

Kaesang Sebut Dirinya dan Anies Berbeda, Anies: Saya Hormati Pandangan Beliau

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com