JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Honorer Eva Agustini (22) seolah tak kenal lelah. Setiap hari, dia rela menempuh jarak puluhan kilometer untuk menuju ke tempat mengajarnya di SMPN 27 Jakarta.
Menggunakan sepeda motor matiknya, Eva berkendara sejauh 33 kilometer dari rumahnya di kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jika dihitung, jarak tempuhnya mencapai 66 kilometer untuk pulang-pergi.
Tak jarang dia harus melintas di antara truk-truk berukuran besar ketika berangkat dari rumah, ataupun saat pulang mengajar.
Baca juga: Pengalaman Pertama Eva Agustini Merayakan Hari Guru Nasional sebagai Tenaga Pengajar Honorer
“Kadang saya suka menghela napas sambil bilang ‘hadeuh’. Dengan saya yang perempuan, setiap hari menempuh jarak yang luar biasa. Harus melewati Jalan Narogong yang banyak mobil truknya,” ujar Eva saat berbincang dengan Kompas.com, dikutip pada Sabtu (25/11/2023).
Namun, rasa lelah seketika sirna ketika Eva bertemu dengan para muridnya di ruang kelas.
Guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini merasa mendapat energi setiap kali akan membagikan ilmunya.
“Perjalanan ini cukup membuat saya kadang bilang, ‘Aduh capek banget ya’. Tetapi balik lagi ke sekolah bertemu anak-anak, capeknya hilang memang,” kata Eva.
Kondisi ini selalu dialami Eva sejak pertama kali melakoni pekerjaan sebagai guru honorer enam bulan lalu. Dia beranggapan, energi dalam dirinya datang karena sejak awal memang berniat untuk mengabdi.
“Iya saya merasa dengan saya mengajar di sekolah, meskipun statusnya honorer rasanya tujuan saya untuk mengajar dan mengabdi betul-betul terealisasi, tanpa ada tujuan berharap gaji yang lebih deh,” tutur Eva.
“Karena kan kalau jadi guru honorer murni itu ya tahu sendiri dengan gaji yang seperti itu,” sambungnya.
Baca juga: Jokowi Targetkan 1 Juta Guru Honorer Diangkat Jadi ASN PPPK pada 2024
Eva bercerita, gaji yang ia dapat sebagai guru honorer di sekolah negeri kurang dari Rp 2 juta. Upah itu tentunya tak sepadan dengan pengeluaran ongkos pulang pergi ke sekolah, dan biaya hidup sehari-hari.
Namun, kondisi ini tak membuat Eva meninggalkan profesinya sebagai guru. Dia justru menyiasatinya dengan mengajar les privat agar mendapat uang tambahan.
Menurut Eva, bukan tanpa alasan dirinya memilih menjadi guru, meskipun gaji yang didapat terbilang kecil daripada profesi lain. Dia terjun ke dunia pendidikan karena memiliki keluarga yang bekerja sebagai guru.
Selain itu, Eva kerap diminta bantuan untuk membantu mengajarkan adik kelasnya ketika masih mengenyam pendidikan di pondok pesantren.
Keinginan Eva menjadi guru semakin tumbuh saat dia mendapatkan beasiswa kuliah, hingga mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).
“Saya kuliah empat tahun dengan beasiswa full dari pemerintah dan saya pikir sepertinya saya harus mengajar juga deh. Minimal untuk mengabdi dengan biasiswa yang sudah diberikan oleh pemerintah, saya mikirnya seperti itu,” ungkap Eva.
Sejauh ini, Eva mengaku tidak terlalu mempersoalkan soal statusnya sebagai guru honorer dengan gaji kecil. Dia hanya ingin memiliki pengalaman mengajar agar bisa mendidik para murid dengan lebih baik ke depannya.
Eva pun merasa bersyukur akhirnya bisa merayakan Hari Guru Nasional untuk pertama kalinya pada 2023 ini.
“Jadi saya pikir saya memang minat untuk mengabdi dulu. Minimal satu tahun saya bisa mengajar di sini. Honorer murni dulu juga enggak apa-apa,” pungkas Eva.
Baca juga: Perubahan Kurikulum Bisa Buat Guru Stres, Jokowi: Hati-hati, Pak Mendikbud
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.