JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengapresiasi pengakuan guru honorer yang bergaji tak layak baru- baru ini.
Seperti diketahui, publik tengah diramaikan dugaan pemotongan gaji guru honorer mata pelajaran agama Kristen berinisial AN di SD Negeri Malaka Jaya 10 di Jakarta Timur.
"Guru honorer di mana pun harus berani bersuara seperti yang dilakukan guru agama Kristen di Jakarta ini," ucap Satriwan kepada Kompas.com, Selasa (28/11/2023).
Baca juga: Minta Status Guru Honorer Murni di Jakarta Dihapus, P2G: Upahnya Tak Manusiawi
Menurut Satriwan, langkah AN yang buka suara sudah tepat agar tindakan diskriminatif dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh oknum pejabat daerah tak terjadi lagi.
Masalah ini, kata dia, harus dijadikan pintu awal untuk menyelidiki dugaan apabila ada indikasi penyalahgunaan dan penyelewengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang berujung pada pemotongan gaji guru honorer.
Adapun AN diduga hanya menerima gaji Rp 300.000 setiap bulan. Angka itu dinilai jauh dari cukup. Padahal, ia selalu diminta menandatangani kuitansi gajinya sebesar Rp 9 juta.
"Kalau kami lihat, kebutuhan guru itu tidak akan bisa terpenuhi kalau gajinya hanya Rp 300.000. Jadi, kami mendorong agar ini dibuka selebar-lebarnya," ucap Satriwan.
Baca juga: Gaji Guru Honorer di SDN Malaka Jaya 10 Hanya Rp 300.000, P2G: Bukti Tata Kelola yang Masih Buruk
Penyelidikan tersebut, kata Satriwan, tak menutup kemungkinan bisa melebar ke ranah pidana. Artinya, investigasi ini perlu dilakukan agar bisa jadi pembelajaran bagi birokrat pendidikan agar bertindak secara transparan.
Selain itu, Satriwan berujar, penyelidikan diharapkan bisa menciptakan pengelolaan keuangan secara akuntabel, inklusif, demokratis, dan beritegritas.
Jika merujuk pada Pasal 14 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Satriwan berujar, guru itu berhak mendapatkan upah minimum yang layak.
"Kami mendesak agar ini dibuka secara terang benderang jika ada indikasi lain. Dan guru-guru honorer di DKI jangan takut untuk bersuara," ucap Satriwan.
Pasalnya, kata dia, memberikan honor yang tidak layak sama saja tidak menghargai harkat martabat guru apa pun statusnya.
Satriwan sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Inspektorat DKI Jakarta yang langsung menindaklanjuti aduan tersebut.
Seperti diketahui, Heru Budi langsung melakukan inspeksi mendadak ke sekolah tersebut. Hal ini disusul dengan pemanggilan kepala sekolah oleh Inspektorat DKI.
Berdasarkan dokumen yang diterima Kompas.com dari anggota DPRD DKI, guru SDN itu menandatangani kuitansi dengan honor sebanyak Rp 9.283.708.