JAKARTA, KOMPAS.com - Warga RT 13/RW 10 Kelurahan Pejaten Timur bernama Arifin (57) berbagi pengalaman menjadi penjaga Tanjakan Lengkong di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, selama tiga tahun terakhir.
Sehari-hari, Arifin sering melihat kecelakaan di Tanjakan Lengkong.
“Sering (kecelakaan). Enggak usah satu hari, misal, hanya malam saja, bisa tiga sampai empat kali. Karena dia (pengendara sepeda motor) grogi, panik, pakai rem depan. Rata-rata yang pengin turun sih,” kata Arifin saat ditemui Kompas.com, Selasa (23/1/2024).
Baca juga: Makanan Sehari-hari Petugas Pintu Kereta Tanjung Priok: Caci Maki Pengendara dan Tawuran Antarwarga
“Kalau dari bawah jarang. Cuma, kadang ada. Misal, motor bebek. Dia dari bawah pakai gigi dua. Di pertengahan tanjakan, motor enggak kuat lalu oper ke gigi satu. Akhirnya terbalik, terjungkal,” lanjut dia.
Melihat kejadian ini, para penjaga harus sigap membantu pengendara.
Kendati demikian, belum pernah ada kecelakaan fatal hingga korban meninggal dunia di Tanjakan Lengkong.
Selain kecelakaan, Arifin juga sering melihat keributan antarpengendara. Mereka yang cekcok rata-rata karena tidak sabar dan mengabaikan penjaga Tanjakan Lengkong.
“Pukul-pukulan di bawah. Yang satu anak muda, mabuk. Dia pulang dari bawah, dari Pasar Minggu. Sedangkan yang dari atas itu orang yang pengin berangkat kerja. Ya sudah, berantem, kita pisahkan. Itu hari biasa, saya yang jaga. Kalau enggak salah jam 06.30 WIB,” ungkap Arifin.
Baca juga: Cerita Penjaga Tanjakan Lengkong di Pejaten Timur, Beribadah demi Keselamatan Pengendara
Terlepas dari hal tersebut, Arifin tidak pernah adu pukul dengan pengguna jalan. Hanya saja, dia pernah dimaki oleh pengendara sepeda motor.
Pada saat itu, pengendara dari arah bawah mengabaikan aba-aba dari Arifin untuk berhenti sementara. Sebab, ada pengendara lain dari arah atas yang hendak turun.
Terlebih, Tanjakan Lengkong hanya muat satu motor. Para penjaga menerapkan sistem buka tutup agar menghindari "adu banteng" antarpengguna jalan.
“Orangnya lebih tua dari saya. Dimaki-maki, sempat cekcok, tapi ya sudah. Tapi, beberapa hari kemudian, orang itu lewat sini lagi, dan minta maaf sama saya,” imbuh Arifin.
Menurut Arifin, menjadi penjaga Tanjakan Lengkong bukan hal yang mudah. Sebab, para penjaga harus menahan kesabaran ketika ada pengendara yang susah diatur.
Baca juga: Cerita Eldy Buka Warung Tenda Chicken Katsu, Omzet Capai Rp 100 Juta Sebulan
Kendati demikian, Arifin menganggap menjadi penjaga Tanjakan Lengkong merupakan ibadah kepada Sang Pencipta.
Dengan menjadi penjaga Tanjakan Lengkong, dia senang karena bisa menolong orang banyak.
“(Yang mendorong mau jadi penjaga) terutama adalah ibadah. Ibadah itu kan bukan cuma shalat, ibadah itu luas. Kayak kamu menginformasikan agar orang banyak tahu, itu ibadah,” tutur Arifin.
“Yang terutama, tanamkan niat ibadah. Menolong orang yang jatuh di Tanjakan Lengkong atau menunjukkan jalan saat orang lewat sini, ibadah. Kalau hidup digunakan untuk ibadah, itu enjoy,” imbuh dia sambil tersenyum.
Dalam tiga tahun terakhir ini, Arifin mengatakan, para penjaga di Tanjakan Lengkong tidak mengharapkan imbalan dari pengguna jalan.
“Kami ini di sini membantu, bukan semata-mata untuk cari uang. Jadi, yang paling pertama adalah tanamkan dulu ibadah. Soal rezeki, itu urusan yang kuasa, urusan Allah. Ada yang kasih, alhamdulillah. Kalau enggak, ya enggak apa-apa. Yang penting, pengguna jalan selamat sampai tujuan,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.